tag:blogger.com,1999:blog-36697143780210982812024-03-13T20:05:35.203-07:00Model Pembelajaran EfektifThis blog contains about Modern Learning Model. Actually the article in it is the adaptation of my coursework with the task of my classmates. I hope the writing on the blog could be useful for education in Indonesia. salutation of one soul, Ahmad Nurhidayat.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.comBlogger27125tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-28379670820528835802013-06-27T00:34:00.000-07:002013-06-27T00:34:03.273-07:00“Petik” Sendiri Soalmu!<b>Abstraksi</b>
Siapa bilang ujian harus duduk diam, menulis, dan berkeringat dingin di atas kursi karena kesulitan mengerjakan soal? Ujianpun bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan, bahkan berlarian di dalam kelas.
<b>Latar Belakang</b>
Murid-murid di SDN 25 Bantan Air Kabupaten Bengkalis hampir selalu bisa mengerjakan latihan soal yang saya berikan sehari-hari, hasilnyapun bagus. Tetapi setiap saya mengumumkan akan mengadakan ulangan atau ujian, seolah siswa-siswa tersebut mengalami mental block (karena panik dan grogi) yang menyebabkan mereka tidak mampu mengerjakan soal.
<b>Kondisi Kelas</b>
Kegiatan dilakukan di kelas berukuran 5 x 6 m dengan jumlah peserta didik 12 orang, terdiri atas 5 siswa dan 7 siswi.
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-1MJ9GWP8tkk/UcvqdR0TGII/AAAAAAAAAOA/nXLnHKCy0n4/s1600/Petik-Sendiri-Soalmu-Serunya-Ujian-Matematika-Ruang-Belajar-Ratih-Eka-Pertiwi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-1MJ9GWP8tkk/UcvqdR0TGII/AAAAAAAAAOA/nXLnHKCy0n4/s320/Petik-Sendiri-Soalmu-Serunya-Ujian-Matematika-Ruang-Belajar-Ratih-Eka-Pertiwi.jpg" /></a></div>
<b>Latar Belakang Penyampaian Materi</b>
Soal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian pecahan memiliki cara penyelesaian berbeda-beda. Kadang siswa merasa bingung, sehingga tertukar cara penyelesaian suatu operasi hitung pecahan dengan operasi hitung lainnya. Siswa juga terkadang merasa kurang percaya diri, apakah jawabannya sudah benar atau belum.
<b>Teori/Penjelasan Materi</b>
Operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan biasa yang memiliki penyebut yang sama, dapat langsung dilakukan dengan menjumlahkan pembilangnya. Sedangkan operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan biasa yang memiliki penyebut berbeda, proses penghitungannya harus diawali dengan menyamakan penyebut terlebih dahulu dengan cara mencari KPK-nya.
Perkalian pecahan bisa langsung diselesaikan dengan cara mengalikan antar-pembilang dan antar-penyebut. Sedangkan pembagian pecahan merupakan perkalian pecahan dengan invers-nya.
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-zskYdPMmxVw/Ucvqy935csI/AAAAAAAAAOI/hHFJufc4ax4/s1600/Petik-Sendiri-Soalmu-Serunya-Ujian-Matematika-Ruang-Belajar-Ratih-Eka-Pertiwi-11.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-zskYdPMmxVw/Ucvqy935csI/AAAAAAAAAOI/hHFJufc4ax4/s320/Petik-Sendiri-Soalmu-Serunya-Ujian-Matematika-Ruang-Belajar-Ratih-Eka-Pertiwi-11.jpg" /></a></div>
<b>Langkah-langkah</b>
1.Guru menyiapkan kartu soal dengan warna yang berbeda untuk tiap jenis kartu, misalnya warna merah untuk perkalian pecahan, kuning untuk penjumlahan, hijau untuk pengurangan, dan sebagainya.
2.Guru menempelkan kartu-kartu soal di dinding yang berbeda untuk tiap kategorinya dalam posisi dibalik. Jika kegiatan akan dilaksanakan di luar kelas, kartu bisa ditempelkan di pohon yang berbeda.
3.Guru menempelkan kartu jawaban pada sisi dinding yang lain.
4.Guru meminta siswa memilih soal di tiap dinding, minimal 2 soal untuk setiap kategori.
5.Siswa diberikan waktu untuk mengerjakan tiap soal.
6.Siswa yang sudah selesai mengerjakan soal diperbolehkan memilih jawaban dari kartu jawaban.
7.Guru mengoreksi apakah jawaban yang mereka dapatkan sudah benar.
8.Siswa diperbolehkan mengambil soal bonus jika masih ada sisa waktu.
<b>Lesson Learned</b>
Selain melatih murid-murid menyelesaikan soal-soal matematika dengan cara yang lebih seru, guru dapat menanamkan hal-hal berikut:
<b>1.Belajar antre</b>
Seringkali karena terlalu bersemangat memilih soal, siswa-siswa berebut dan meyebabkan kondisi menjadi kacau. Guru bisa mengingatkan siswa untuk belajar antre.
<b>2.Menyelesaikan konflik,</b> belajar mengalah
Ada kemungkinan siswa menginginkan kartu soal yang sama, ini adalah kesempatan bagi siswa untuk belajar menyelesaikan konflik dengan cara bernegosiasi dengan temannya.
<b>3.Bertanggung jawab </b>terhadap pilihan
Siswa terkadang mendapat soal yang tidak sesuai harapannya. Hal ini adalah kesempatan siswa untuk belajar bertanggung jawab terhadap pilihan yang telah mereka ambil.
Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-51921822114191834032013-05-24T21:43:00.000-07:002013-05-24T21:43:32.206-07:00Bermain sambail Belajar Rantai Makanan<a href="http://3.bp.blogspot.com/-VMiswmizgg4/UaBBVe13kJI/AAAAAAAAANs/lxyW_WRtvl0/s1600/Bermain-sambail-Belajar-Rantai-Makanan-Ruang-Belajar-Anggun-Piputri-1.jpg" imageanchor="1" ><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-VMiswmizgg4/UaBBVe13kJI/AAAAAAAAANs/lxyW_WRtvl0/s320/Bermain-sambail-Belajar-Rantai-Makanan-Ruang-Belajar-Anggun-Piputri-1.jpg" /></a>
<b>Latar Belakang</b>
Siswa pada dasarnya lebih mudah memahami sesuatu yang sifatnya langsung. Dengan mempraktikannya di kelas bersama dengan siswa lainnya. Apalagi kelas 4 sebagai kelas transisi dari kelas rendah ke tinggi dimana di kelas 4 ini siswa sudah menghadapi materi pelajaran dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Sehingga diperlukan metode yang tepat untuk memudahkan siswa menangkan serta memahami materi yang disampaikan.
<b>Kondisi Kelas</b>
Kelas yang memiliki jumlah siswa yang banyak maupun sedikit. Terutama di kelas tinggi sehingga memudahkan dalam pengelolaan kelas.
<b>
Latar Belakang Penggunaan Metode</b>
Belajar yang menyenangkan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif di dalam kelas. Memahami materi dengan pelibatan secara langsung. Selain dapat mengembangkan nilai keberanian juga membiasakan siswa untuk mengidentifikasi langsung lewat sebuah aktivitas.
<b>Teori/Penjelasan Materi</b>
Siswa terkadang sangat sulit memahami sebuah proses dari suatu peristiwa. Seperti materi IPA kelas 4 tentang Rantai Makanan. Ketika materi ini disampaikan karena dengan terlalu banyak berbicara malahan siswa akan semakin bingung. Maka dengan melibatkan siswa secara langsung sebagai “tokoh” dalam rantai makanan tersebut akan lebih memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan.
<b>Metode</b>
<b>Langkah Pelaksanaan I</b>
Guru menyiapkan 6 kartu yang dibuat dari karton bewarna/kertas polos yang bertuliskan kata matahari, tumbuhan, belalang, katak, ular dan elang. Dengan menempelkan double tape di belakang kartu sehingga dapat ditempelkan di baju siswa. Atau guru juga bisa membuat tali, yang nanti kartu tersebut dikalungkan melalui leher siswa.
<b>Langkah Pelaksanaan II</b>
Mintalah enam siswa maju kedepan dengan mendapatkan 1 peran/kartu dalam rantai makanan tersebut. Siswa berdiri sejajar membentuk satu garis lurus. (Siswa A mendapat kart Katak, dst)
<b>Langkah Pelaksanaan III</b>
Tempelkan kartu pada siswa sesuai dengan urutan rantai makanan. Minta siswa untuk bergandeng tangan satu dengan yang lainnya.
<b>Langkah Pelaksanaan IV</b>
Guru membacakaan serta menjelaskan kepada siswa; Tumbuhan memerlukan sinar matahari untuk tumbuh, belalang memakan tumbuhan, katak memakan belalang, ular memakan katak dan burung elang memakan ular.
<b>Langkah Pelaksanaan V</b>
Mintalah siswa yang memakai kartu bertuliskan ular melepaskan gandengannya dan mundur satu langkah kebelakang. Dalam kondisi seperti ini, guru dapat menanyakan kepada siswa “hewan apa yang akan mati jika tidak ada ular (untuk dimakan)?” Dan seterusnya guru memodifikasi pertanyaan.
<b>Lesson Learned</b>
Kesempatan terkadang menjadi hal yang sering dilupakan. Akibatnya siswa menjadi pasif. Dengan lebih banyak memerikan aktivitas yang melibatkan siswa secara langsung maka melalui metode seperti ini diharapkan siswa dapat mengembangkan daya berfikir dengan mengidentifikasi/menganalisis sesuatu.
<b>Metode Alternatif</b>
Selain dengan bergandeng tangan-memutuskan gandengan-mundur satu langkah kebelakang. Guru juga dapat memodifikasi dengan bermain peran. Atau juga membagi dalam beberapa kelompok sehingga masing-masing kelompok tersebut dapat membuat contoh Rantai Makanan.
Pendidikan Karakter yang Disisipkan
1. Keberanian dan rasa percaya diri
2. Menghargai guru dan teman yang sedang tampil di depan kelas
<b>Kesimpulan</b>
Siswa lebih semangat dalam belajar. Dengan mudah mereka memahami materi yang disampaikan. Bahkan dalam pelaksanaannya mereka berebut ingin tampil sebagai “tokoh” rantai makanan tersebut. Agar siswa tidak lupa setelah aktivitas ini dilakukan, kartu-kartu tersebut ditempel di dalam kelas sehingga setiap waktu siswa dapat mempelajarinya.
Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-49176859194962387142013-05-24T21:33:00.002-07:002013-05-24T21:33:54.572-07:00Kotak Kata – Trik Belajar Kosakata Baru<b>Abstraksi</b>
Kotak Kata merupakan suatu metode sederhana untuk menambah kosakata murid-murid setiap harinya.
<b>Latar Belakang</b>
Murid-murid saya mengalami banyak kesulitan mengidentifikasi hal-hal di sekitar mereka dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Kosakata mereka dalam Bahasa Indonesia sangatlah terbatas.
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-FXz9hNtKid8/UaA_Gmds1SI/AAAAAAAAANc/eUIymrV9ErA/s1600/KOTAK-KATA-Ruang-Belajar-Anneke-300x300.jpeg" imageanchor="1" ><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-FXz9hNtKid8/UaA_Gmds1SI/AAAAAAAAANc/eUIymrV9ErA/s320/KOTAK-KATA-Ruang-Belajar-Anneke-300x300.jpeg" /></a>
<b>Kondisi Kelas</b>
Jumlah siswa adalah 30 anak. 9 siswa perempuan, dan 21 laki-laki. Anak-anak perempuan dan laki-laki sama-sama aktif dalam mengikuti pelajaran, tetapi dengan cara yang berbeda. Anak-anak perempuan jauh lebih tenang dan mudah diatur, sedangkan anak-anak laki-laki lebih berenergi tinggi dan banyak bergerak.
<b>Latar Belakang Penggunaan Metode</b>
Murid-murid saya suka mengoleksi berbagai jenis barang. Uang-uangan palsu, pistol mainan, gelang karet, dan lain sebagainya. Mereka cukup kompetitif dalam menambah jumlah koleksi berbagai barang yang mereka miliki. Berangkat dari kertertarikan para murid untuk mengoleksi berbagai macam benda tersebutlah saya mendapatkan ide mengenai kotak kata ini. Dengan kotak kata murid-murid saya dapat bermain sambil belajar kata-kata baru setiap harinya, sambil mengoleksi kartu.
<b>Metode</b>
<b>Langkah Pertama</b>
Metode ‘Kotak Kata’ ini sangat sederhana. Setiap hari, murid diberi satu buah karton berwarna seukuran kartu nama. Di satu sisi karton tersebut saya akan meminta murid-murid untuk menuliskan satu kata, boleh Bahasa Aceh, Bahasa Indonesia, atau Bahasa Inggris.
<b>Langkah Kedua</b>
Siswa akan diminta untuk menerjemahkan kata yang mereka tulis ke dalam bahasa lain selain bahasa asal kata tersebut. Bahasa lain tersebut ditulis disudut bawah kata tersebut.
<b>Langkah Ketiga</b>
Saat menulis satu buah kata, mereka dapat menggunakan spidol, pensil warna, atau krayon. Mereka juga diperkenankan untuk menghias kartu mereka dengan gambar-gambar.
<b>Langkah Keempat</b>
Setiap hari, para siswa diminta untuk mencari terjemahan dari kata yang mereka pilih. Apabila mereka tidak bisa menemukan terjemahan kata tersebut sendiri, mereka bisa bertanya kepada saya, guru-guru, orang tua, kakak, atau tetangga mereka.
<b>Langkah Kelima</b>
Setelah kata tersebut diterjemahkan, saya akan mengajari mereka cara membaca kata terjemahan yang baru mereka dapatkan.
<b>
Hasil Belajar<b></b></b>
Metode ini cukup efektif untuk menambah kosakata anak-anak, karena berangkat dari rasa ingin tahu mereka sendiri.
Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-12179997750946519452013-02-10T20:33:00.000-08:002013-02-10T20:33:24.620-08:00METODE PEMBELAJARAN EKSTRIMSebagai seorang guru dipastikan kita sering menjumpai berbagai fenomena nyata khususnya pada keadaan peserta didik kita baik dalam hal kerajinan, kedisiplinan, etika, dan minat belajar mereka. Dari berbagai fenomena yang kompleks tersebut, seorang guru pun dituntut memiliki metode pembelajaran yang kompleks pula, kompleks dalam arti memiliki banyak cara, banyak inisiatif, banyak alternatif yang bersifat kreatif dan inovatif, selain itu seorang guru harus banyak bersabar pada muridnya untuk mengulang materi, menjelaskan ulang, membimbing mereka, sehingga mereka nantinya selain menjadi menjadi manusia yang berkualitas mereka juga mempunyai karakter yang baik, matang serta stabil.
Terlebih lagi pada era globalisasi seperti sekarang ini guru harus banyak belajar untuk selalu mengembangkan kemampuannya dalam upaya meningkatkan kualitas maupun efektifitas pembelajaran, peningkatan SDM guru ini perlu terus-menerus dilakukan akibat dampak dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang cepat ini.
Teknik mengajar yang baik dan benar bagi seorang guru merupakan hal yang sangat vital dalam menentukan efektif tidaknya sebuah pembelajaran. Alhasil seorang guru harus selalu berevolusi, dinamis dan terbuka dalam menerima hal yang baru, bukan hanya aktif dalam mengembangkan kemampuannya, namun juga proaktif dalam menyikapi setiap fenomena yang cenderung fluktuatif dan dinamis khususnya dalam dunia pendidikan sekarang ini, usaha untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalitas guru tersebut dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan, diantaranya mengikuti kegiatan-kegiatan maupun program-program yang berkaitan dengan pengembangan diri secara umum hingga pengembangan terkhusus yang berkaitan dengan peningkatan profesionalitas kinerja guru, misalnya dengan mengikuti seminar-seminar pendidikan, KKG, MGMP, browsing di internet dan sebagainya.
Kita semua sependapat bahwa di era kemajuan teknologi yang telah mendunia ini memiliki dampak dan konsekuensi yang sangat besar dan kompleks, bagai pisau bermata dua, sisi lain memberikan dampak positif yang luar biasa namun di sisi lainnya memberikan dampak negatif yang luar biasa pula. Namun sebelum kita membahas tentang dampak dari kemajuan TIK dunia, sebelumnya kita lihat apa saja produk yang dihasilkan di era kemajuan ini, yang kesemuanya itu terlahir dari buah pikiran serta buah tangan dari manusia-manusia yang unggul, manusia yang tidak berhenti belajar, berani mencoba dan mencoba lagi pantang menyerah.
Banyak sekali produk dari era kemajuan di zaman teknologi sekarang ini di antaranya;
1. Koran atau media cetak berkembang pesat baik yang konvensional hingga media masa online,
2. Televisi dan radio yang telah mendunia dengan channel yang semakin bertambah dengan signal yang mudah didapatkan,
3. Sambungan telepon atau jaringan telepon seluler pun sudah memasyarakat,
4. Sistem komputerisasi telah diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan,
5. Banyaknya inovasi maupun kreativitas baru dalam menghasilkan fasilitas maupun produk canggih, baik di bidang komunikasi, elektronik, otomotif, robotic, dan lain sebagainya.
Dari berbagai produk di atas tentu kesemuanya menjanjikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi, fitur atau fasilitas canggih dan yang terpenting adalah kualitas yang semakin meningkat dari masa kemasa. Sehingga pada saat sekarang ini, jarak dan waktu tidak lagi menjadi masalah baik dari aspek komunikasi hingga transportasi.
Kemudian beberapa hal yang paling berpengaruh di era globalisasi sekarang selain dari hal-hal yang telah disebutkan di atas yaitu adanya perkembangan internet yang berkembang pesat, internet atau interconnection networking adalah sistem global dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung, saat ini fasilitas internet dapat dinikmati bukan hanya di warnet (warung internet) saja, namun layanan ini telah banyak tersedia pada beberapa jenis handphone yang telah menyediakan fitur untuk koneksi internet via mobile, dengan adanya modem mobile internal inilah pengguna handphone dapat langsung “berinternet ria” via mobile internet di hp mereka dengan lebih fleksibel dan efisien. Selain itu beberapa handphone jenis tertentu dapat digunakan sebagai modem eksternal untuk koneksi internet baik dari note book, laptop hingga PC anda tanpa mengganggu lalu lintas panggilan dan pesan yang masuk ke hp kita.
Layanan internet atau lazim kita sebut dunia maya ini memberikan banyak manfaat positif bagi guru maupun siswa, di antaranya :
1. Mudah untuk menemukan maupun mencari informasi yang ingin kita ketahui dalam waktu yang relatif singkat, misalnya pencarian web, gambar, audio, video atau pun file-file dalam format lainnya dengan hanya menuliskan kata kunci pada mesin pencari (search engine) saja; seperti di google, yahoo ataupun bing.
2. Sebagai sarana publikasi yang efektif dan mendunia, karena informasi yang telah kita publikasikan di internet akan dapat diakses oleh seluruh pengguna internet di seluruh dunia misalnya;
- Share tentang pendidikan melalui jejaring sosial facebook, twiter dll,
- Sarana publikasi sekolah, blog atau situs pribadi guru dll. Publikasi sekolah dapat menggunakan berbagai situs dari hosting berbayar hingga yang gratis seperti wikipedia, blog ataupun website.
- Iklan online, berita online hingga bisnis online.
3. Penyampaian laporan-laporan sekolah kepada pihak lain, pengiriman surat atau dokumen dalam berbagai format baik word, excel, pdf, photo, mp3, video maupun file-file dalam format lainnya. Pengiriman file ini dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas surat elektronik atau email seperti : gmail atau pun yahoo mail.
4. Dapat mendownload atau mengambil (mengunduh) file dari internet sekaligus dapat mengupload (mengunggah) file ke internet.
5. Chating (bercakap-cakap antar pengguna internet yang sedang online) baik dalam bentuk tulisan, isyarat, kode, gambar bahkan melalui video streaming dengan gambar live dan suara layaknya bertemu langsung antar komunikan.
6. Pengguna dapat mendengarkan musik, radio, hingga menonton video maupun televisi online melalui koneksi internet.
7. Dan lain-lain.
Dari berbagai manfaat positif dari penggunaan layanan internet di atas, tentu banyak juga akibat negatif yang ditimbulkan dari pengguna internet yang salah guna, di antaranya :
1. Dengan mudahnya menyebarluaskan informasi, banyak penipuan berawal dari informasi di internet.
2. Sebagian siswa kecanduan game online sehingga menyebabkan kuantitas dan kualitas belajarnya berkurang.
3. Kurangnya peran aktif orang tua dalam memantau anak dalam berhubungan dengan dunia maya atau internet sehingga banyak tulisan, gambar, video maupun tontonan yang tidak senonoh dapat mereka konsumsi dengan bebas dan tak terbatas, hal ini menyebabkan degradasi mental dan merusak pikiran anak secara tajam.
4. Tindak kriminalitas seperti penculikan anak, human trafficking (penjualan manusia) juga sering terjadi disebabkan adanya informasi dan komunikasi antar pengguna melalui jejaring sosial yang tidak terbatas sekarang ini.
5. Dan lain-lain.
Setelah kita membaca uraian singkat tentang plus-minus internet di atas, tentu kita sebagai guru merasa miris terhadap pergaulan maupun tingkah laku peserta didik kita khususnya pada sekolah yang berada di lingkungan kota yang secara umum cenderung lebih kompleks pengaruh dari produk globalisasi sekarang ini, namun hal ini pun bukanlah hukum yang mutlak lagi, karena pada akhir-akhir ini pengaruh globalisasi sudah mulai merambah hingga ke daerah pelosok atau daerah yang jauh dari perkotaan seiring dengan penyebaran akses telekomunikasi seluler yang semakin luas hingga ke pelosok daerah, tentu layanan telekomunikasi seluler ini juga menghadirkan layanan akses ke internet di dalamnya.
Selain internet, produk globalisasi yang dampak positif dan negatifnya tidak bisa kita anggap remeh adalah televisi, televisi pun dipastikan hampir setiap rumah memilikinya, dan saat ini televisi bukanlah barang mewah lagi. Sebagai contoh untuk daerah di lingkungan SMPN Satu Atap Sungai Karang pun yang notabene belum tersedia jaringan listrik PLN saat ini pun hampir setiap rumah memiliki televisi yang dapat dioperasikan dengan daya diesel maupun genset.
Banyak program ataupun acara di televisi yang bagus untuk pelajar, seperti pada chanel televisi edukasi yang hampir 100% programnya membahas tentang pendidikan maupun pada program-program di chanel lain yang pada waktu-waktu tertentu menayangkan program (acara) tentang pendidikan. Di samping itu televisi juga banyak menayangkan berbagai macam acara yang tidak sesuai dengan anak, tentu untuk menekan akibat negatif dari tontonan di televisi ini, orang tualah yang bertanggung jawab penuh dalam membimbing, mengawasi dan mengontrol anak ketika menonton televisi di rumah.
Hingga saya pun berkesimpulan bagi anak yang kurang pengarahan, pengawasan atau kontrol, baik dari guru, orang tua bahkan kontrol yang lebih besar yaitu dari masyarakat, sudah barang tentu akibat dari penggunaan fasilitas internet, televisi maupun media masa, majalah, media komunikasi salah guna lainnya yang telah dikonsumsi anak dapat menimbulkan dampak negatif yang kompleks pada anak. Dampak negatif yang kompleks pada anak tersebut akan menyebabkan mental bahkan tanpa mereka sadari sedikit demi sedikit menjelma pada tingkah laku anak, dan jika hal ini terus dibiarkan saya yakin cepat atau lambat mereka akan menjadi anak yang “ekstrim”.
Mentalitas ekstrim pada anak dalam artian anak memiliki paradigma sendiri tentang sikap dan tingkah laku yang salah tapi mereka anggap benar, pemahaman yang menyimpang tapi mereka anggap benar, dan beberapa bentuk ekstrimisme-ekstrimisme lainnya yang tentu tidak baik bagi hubungan individu, keuarga dan sosial mereka hingga akhirnya egoisme yang berlebih yang mengagungkan kebenaran pribadi menjadi titik puncak akibat adanya mentalitas ekstrim ini, selanjutnya mentalitas ekstrim ini otomatis akan berimplikasi pula pada tingkah laku, pola hidup bahkan kebiasaan hidup anak dalam kehidupan sehari-harinya.
Banyak macam dan peristiwa yang mencerminkan tingkah laku yang tidak baik namun telah dilakukan oleh beberapa oknum pelajar ini di antaranya, :
- Perkelahian atau bentrok fisik antar pelajar bahkan antar sekolah.
- Anak tidak sopan terhadap guru bahkan orang tuanya.
- Pergaulan bebas hingga menyebabkan kehamilan pada pelajar.
- Materialisme anak yang berlebih, sehingga mereka menuntut pada orang tuanya untuk mewujudkan keinginannya itu tanpa mau mengerti keadaan orang tuanya. Salah satu contohnya anak minta paksa untuk dibelikan motor baru pada orang tua tanpa mempertimbangan keadaan ekonomi orang tua.
- Tidak ada perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru saat di dalam kelas.
- Dan lain sebagainya
Sebagai guru yang telah mendapati salah satu sikap yang ekstrim di atas atau pun sikap ekstrim lain yang mencerminkan tingkah laku yang tidak baik pada anak atau pun pelajar selayaknya guru harus menerapkan metode pembelajaran yang tepat, sebab jika guru salah dalam menerapkan metode pembelajaran, pembimbingan maupun pengarahan pada anak tersebut, maka bukan tidak mungkin perubahan positif yang diharapkan akan sulit direalisasikan. Hal ini terjadi akibat tuntutan zaman yang semakin maju pesat dan kompleks ini, kita pun dituntut untuk menerapkan metode maupun teknik pembelajaran yang terus berkembang pula. Saat ini metode pembelajaran yang “ekstrim” pulalah yang tepat untuk anak didik kita, selain sebagai upaya dalam mengatasi ekstrimisme-ekstrimisme siswa tadi sekaligus sebagai metode dan teknik baru dalam memperkaya khasanah keilmuan khususnya dalam aspek pembelajaran yang berusaha menjadikan suasana pembelajaran yang edukatif yang positif, efektif (berhasil guna) serta aplikatif.
Metode pembelajaran yang “ekstrim” bukanlah pembelajaran yang berarti pembelajaran yang keras dan berlebihan, apalagi metode pembelajaran yang membahayakan...???. Pembelajaran EKSTRIM adalah pembelajaran yang berusaha memanifestasikan nilai-nilai serta sikap-sikap positif kehidupan kita sehari-hari dalam proses belajar mengajar di sekolah, nilai-nilai serta sikap-sikap positif itu antara lain; Elaboratif. Konstruktif, Santun, Tegas, Rasional, Inspiratif dan Modern.
Guru yang dapat menerapkan pembelajaran EKSTRIM secara sempurna akan mendapati perubahan yang signifikan khususnya mengenai motivasi dan kesadaran siswa dalam belajar ikhlas, selanjutnya kesadaran ini akan mengantar siswa dalam meraih masa depan yang cemerlang.
Penjabaran dari metode pembelajaran maupun teknik pembelajaran yang Elaboratif. Konstruktif, Santun, Tegas, Rasional, Inspiratif dan Modern (EKSTRIM) ini dapat saya uraikan secara singkat, sebagai berikut.
1. Elaboratif
Elaboratif merupakan metode pembelajaran yang mengedepankan kejelasan materi ataupun pembahasan yang disampaikan secara detail sekaligus rinci. Jadi, dalam penyampaian materi, pemahaman guru harus optimal atau maksimal terhadap setiap materi atau pembahasan yang disampaikan kepada peserta didik (siswa).
Secara teknis metode pembelajaran yang elaboratif dapat dideskripsikan sebagai berikut :
- Tahap persiapan, sebelum mengajar lakukan sharing materi atau pembahasan anda pada guru kelas atau guru bidang studi lain, mungkin ada beberapa istilah kata ataupun teori yang berhubungan dengan bidang studi lain yang lebih detail penjelasannya atau mungkin bahkan sudah pernah disampaikan pada siswa atau kelas yang akan anda bimbing. Hal ini dilakukan untuk menghindari perbedaan persepsi siswa terhadap guru-gurunya, jangan sampai antara guru satu dengan guru yang lainnya berbeda pemahaman terhadap sebuah sub pokok bahasan namun penjelasan guru yang satu dengan yang lainnya berbeda.
- Penyampaian materi disampaikan oleh guru dengan susunan bahasa yang baik dan benar, intonasi yang tepat, mimik muka serta ekspresi anggota badan maupun tubuh yang mencerminkan penjiwaan yang sinkron dengan tema bahasan, hal ini jelas akan memudahkan siswa dalam memahami sebuah bahasan atau materi.
- Materi disajikan secara terstruktur dan sistematis.
- Di sela-sela penyampaian materi, siswa diijinkan bertanya tanpa harus menunggu guru selesai menyampaikan materinya. Hal ini dilakukan agar siswa memahami materi pembahasan secara komprehensif (menyeluruh).
2. Konstruktif
Materi dan pembahasan yang disampaikan harus bersifat membangun dan baik karena target pendidikan identik dengan perbaikan, peningkatan SDM secara universal, bukan hanya kegiatan formil semata namun inti dari seluruh kegiatan pendidikan ini adalah formula kehidupan yang aplikatif dan efektif dalam mencapai taraf kehidupan yang lebih berkualitas pada siswa nantinya. seandainya pun menggunakan alat peraga dalam penyampaian materi atau pembahasan jangan sampai melakukan tindakan destruktif atau merusak di hadapan siswa.
3. Santun
Nasehat yang terbaik adalah keteladanan, sikap guru yang santun serta ramah baik di dalam dan di luar sekolah adalah teladan yang baik bagi siswa dan masyarakat, namun sikap santun kepada siswa di sekolah atau di kelas bukanlah seperti anak yang menghormati orang tuanya, namun seperti orang tua yang mau menghargai anak-anaknya, sehingga terciptalah suasana yang bersahabat dan damai.
Terlebih lagi santun serta menghargai setiap siswa dalam proses belajar mengajar adalah kunci seorang guru dalam menciptakan suasana kekeluargaan yang otomatis terciptalah ikatan batin yang positif antara siswa dengan gurunya seperti dekatnya hubungan perasaan antara anak dengan orang tuanya, hal ini akan menimbulkan antusiasme dalam belajar yang ikhlas karena metode pembelajaran yang santun ini sasarannya adalah membuka hati dan perasaan siswa untuk menerima hal-hal baru secara sadar dan ikhlas, untuk selanjutnya ketenangan hati itulah yang akan merefresh otak mereka dalam menerima transfer of knowledge saat itu.
4. Tegas
Ketegasan bukanlah kekerasan dan kekerasan bukanlah ketegasan, ketegasan adalah sikap yang pasti dalam memutuskan, pilihan jawabannya adalah ya atau tidak, tidak ada jawaban yang meragukan bagi siswa.
5. Inspiratif
Di sela-sela proses pembelajaran, alokasikan waktu sekitar 5 menit untuk menyampaikan beberapa kata-kata yang membangkitkan semangat, kata-kata mutiara yang berintikan motivasi, contoh kalimat yang bisa membangkitkan semangat belajar siswa, seperti; Untuk menjadi pintar memang sulit, tapi lebih sulit lagi kalau tidak pintar. Jati diri bukan dicari, tapi diciptakan, Di mana ada kemauan, di situ ada jalan, Bakat belum tentu mempunyai minat, namun minat dapat menciptakan bakat dan lain sebagainya.
Selain itu kita dapat juga menceritakan biografi singkat tentang kisah-kisah orang yang telah sukses, bisa juga tentang hal-hal lain yang sekiranya dapat menyalakan api semangat dalam mewujudkan setiap cita-cita mereka, beri keyakinan yang mendalam akan pentingnya belajar dan berusaha, karena belajar adalah bagian dari usaha itu sendiri.
Pelajar berprestasi atau bahkan kisah-kisah orang sukses saat ini, namun yang menjadi highligh dari kisah sukses yang inspiratif diceritakan saat umur sebaya dengan siswa, hal ini akan menimbulkan semangat baru, menjadi motivasi bahkan kreatifitas, inovasi lahir dari sebuah inspirasi (hikmah)
Usahakan setiap tatap muka selalu sediakan waktu khusus untuk menginspirasi siswa, terlebih jika kita sebagai guru mereka bisa menjadi sosok yang inspiratif bagi mereka.
6. Modern
Gunakan pendekatan yang sesuai dengan jaman mereka untuk mengarahkan siswa, karena mereka lahir di jamannya, bukan lahir di jaman kita. Oleh karena itu, jelas bahwa secara pendidikan alamiah saja, pendidikan alam yang dia alami sangat berbeda jauh dengan apa yang kita alami, sehingga mindset mereka secara alamiah sedemikian rupa dan pastinya jauh berbeda dengan mindset mereka.
Demikian sebagian resume dari metode ataupun teknik pembelajaran terbaru yang sedang saya susun, semoga pada akhir tahun 2012 mendatang konsep ini sudah dapat saya realisasikan dalam bentuk buku. Mohon do’a dari rekan-rekan guru semua, dan terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah mendukung penulisan tentang metode pembelajaran ESKTRIM ini.
Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-2025400083543985392012-06-02T06:25:00.001-07:002012-06-02T06:25:02.821-07:00MODEL PEMBELAJARAN MONTESSORIFilsafat Eksisitensialisme
Manusia bukan semata-mata obyek, tetapi juga sebagai subject yang dapat memberi arti terhadap dirinya sendiri dan benda-benda lain. Karena manusia dapat memperlakukan obyek yang berada di luar dirinya. Pendidikan merupakan upaya mewujudkan diri sendiri melalui proses penghayatan dan belajar sendiri.
PRINSIP
1. Semua bentuk pendidikan adalah pendidikan diri sendiri
Seorang pendidik tidak akan mungkin dapat mengalihkan atau menuangkan segala kemampuan kecerdasan, perasaan, kemampuan atau ketekunannya kedalam jiwa seoprang anak didik. Berkembangnya seorang anak hanya bisa berlangsung jika anak itu sendiri menunjukkan otoaktivitas untuk mengembangkan jasmani maupun rohaninya. Pendidikan hanya dapat menyediakan alat-alat, kesempatan serta pertolongan sebagai bentuk stimulasi agar anak itu menunjukkan otoaktivitasnya.
2. Pendidikan pedosentris
Setiap anak memiliki pembawaan, kesanggupan, perkembangan serta kodratnya masing-masing. Pendidikan harus bertitik tolak darib keadaan anak secara individual. Oleh karena itu pendidikan harus disesuaikan dengan keadaan anak tersebut secara individual. Pendidikan harus dapat melayani anak secara individual.
3. Masa peka
Masa peka dapat digambarkan sebagai suatu keadaan dimana suatu potensi menunjukkan kepekaan (sensitive) untuk berkembang. Hal ini akan terjadi jika anak memperoleh stimulus yang yang cukup pada potensi tersebut untuk berkembang. Masa peka juga merupakan saat yang paling tepat, paling hebat, dan paling sensitive bagi tumbuh dan berkembangnya suatu potensi tertentu.
4. Anak memperoleh kebebasan untuk berkembang.
Pendidikan haruslah pedosentris karena yang menjadi pusat ksgiatan pendidikan itu adalah kesanggupan dan kemampuan anak. Maka anak harus diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensinya. Tugas pendidik yang utama adalah menciptakan kondisinya serta menjauhkan segala hal yang dapat merintangi atau menghalangi perkembangan potensi anak.
PENDEKATAN
1. Pendekatan inquiri
Melalui pendekatan ini anak akan berusaha untuk mencari dan menemukan sendiri pemahamannya terhadap suatu materi. Mereka akan memahami bahan kajian dengan menggunakan bahasa mereka sendiri berdasarkan apa yang mereka lihat, temukan dan alami.
2. Pendekatan children centred
Pendekatan ini beranggapan bahwa pusat kegiatan pembelajaran bertitik tolak pada aktivitas anak. Cara pandang ini meyakini bahwa murid memiliki kemampuan sendiri melalui berbagai aktivitas dalam mencari, menemukan, menyimpulkan serta mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai.
3. Pendekatan discovery
Pendekatan ini memiliki cara pandang yang memusatkan kegiatan pembelajaran pada aktivitas anak didik untuk menemukan sendiri berbagai aspek pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai melalui berbagai pengalaman yang dirancang dan diciptakan oleh guru.
METODE
1. Metode eksperimen
Metode ini menuntut keaktifan anak untuk melakukan percobaan sendiri, mengamati proses dan hasil percobaan yang dilakukannya. Dengan eksperimen anak dapat mencari dan menemukan jawaban atas persoalan yang dihadapinya dengan berpikir dan bekerja secara sistematis.
2. Metode demonstrasi
Salah satu metode yang dilakukan dengan cara memperlihatkan suatu bentuk proses atau kejadian tertentu agar dapat diikuti oleh anak. Dalam metode ini selain melihat, anak juga dituntut untuk mendengarkan keterangan guru agar tujuan demonstrasi dapat tercapai.
3. Metode sintesa
Metode ini digunakan dalan pembelajaran bahasa. Metode ini didasarkan pada ilmi jiwa yang dianut Montessori yakni ilmu jiwa unsure (mozaik) dengan menggunakan teori asosiasi (pertalian). Ilmu ini memberikan pengertian bahwa suatu unsure sksn mempunyai makna jika unsure tersebut bertalian atau berhubungan dengan unsure lainnya sehingga membentuk suatu arti.
SUMBER BELAJAR
1. Alat- alat permainan panca indera
Montessori termasuk tokoh yang meyakini bahwa panca indera adalah pintu masuknya berbagai pengetahuan ke dalam otak manusia. Karena perannya yang sangat strategis maka seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan fungsinya. Untuk itulah ia mengembangkan berbagai alat permainan panca indera.
2. Latihan kegiatan sehari-hari
Dengan belajar melakukan kegiatan sehari-hari dan menyiapkan kebutuhannya sendiri, dapat melatih anak untuk menguasai gerakan otot-otot yang praktis, latihan itu dinamai latihan motorik. Kegiatan tersebut akan dapat menumbuhkan keaktifan anak dan juga membiasakan anak bersikap baik pada waktu bercakap dengan orang lain.
3. Tulisan disertai gambar
Digunakan untuk pendidikan kecerdasan dan daya ingat anak. Anak-anak akan tertarik pada media bergambar dan berwarna yang dapat mengalihkan perhatiannya sehingga proses pembelajaran akan lebih mudah.
4. Alat permainan bahasa
Pembelajaran bahasa tidak harus menggunakan buku teks panduan. Pembelajaran bahasa dapat dilakukan dengan menggunakan alat permainan. Misalnya, untuk mengajarkan menulis dapat dilakukan dengan cara meminta anak menuliskan pengalamannya pada saat pagi haeri ketika bangun tidur sampai ia berada di sekolah. Pada saat itu ia tidak akan meras berada dalam suasana belajar, sehingga pembelajaran akan terasa lebih menyenangkan
5. Alat permainan berhitung
Alat permainan ini dapat berasal dari lingkungan sekitar anak. Misalkan untuk mengajarkan teknik membanding dapat dilakukan dengan menggunakan 10 bilah tangkai berbagai ukuran yang telah diberi warna agar lebih menarik. Lulu mintalah anak untuk mengurutkan bilah tangkai tersebut mulai dari yang paling pendek sampai yang terpanjang.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
1. Langkah menunjukkan
Guru menyiapkan beberapa kotak dengan isi yang berbeda.
a. Kotak pertama berisikan uang logam.
b. Kotak kedua berisikan batu kerikil.
c. Kotak ketiga berisikan beras.
Guru mengeluarkan isi kotak lalu meletakkannya kembali sambil menyebutkannya “ini suara uang logam”.
2. Langkah mengenal
Anak mampu membedakan dan mendeskripsikan kembali binyi-bunyi yang berasal dari masing-masing benda tersebut.
3. Langkah mengingat
Guru memperdengarkan kembali bunyi benda-benda tersebut satu persatu dan siswa diminta untuk menebaknya.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-20444938703744010682012-05-30T07:17:00.001-07:002012-05-30T07:21:16.413-07:00MODEL PEMBELAJARAN PROYEKA. Pengertian Pendekatan Metode Proyek
Secara harfiah, proyek mempunyai makna maksud atau rencana. Metode proyek adalah suatu jenis kegiatan memecahkan masalah dilakukan oleh perseorangan atau kelompok kecil. Berbeda dengan kegiatan problem solving, dalam metode proyek ini biasanya dihasilkan produk seperti peta, maket, model, diorama dan sebagainya yang mempunyai intrinsik bagi anak didik yang menghasilkan. Metode proyek memungkinkan penyaluran minat anak dan anak pun dapat belajar untuk menelaah dan memandang suatu materi pelajaran dalam konteks lebih luas. Pengetahuan yang diperoleh siswa lebih berarti dan kegiatan belajar mengajar menjadi lebih menarik, karena pengetahuan itu bermanfaat bagi anak untuk lebih mengapresiasikan lingkungannya, memahami serta memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-4ckHj_lD6-U/T8YsfWzVXOI/AAAAAAAAAMM/Ei0TLmeA0sY/s1600/s.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="235" width="314" src="http://3.bp.blogspot.com/-4ckHj_lD6-U/T8YsfWzVXOI/AAAAAAAAAMM/Ei0TLmeA0sY/s320/s.jpg" /></a></div>
Penyusunan suatu proyek pada dasarnya adalah merencanakan suatu masalah pada berbagai bidang studi (pengembangan) yang memungkinkan murid melakukan berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan anak-anak dalam memahami berbagai pengetahuan. Pengajaran proyek sangat memberikan kesempatan pada anak untuk aktif, mau bekerja dan secara produktif menemukan berbagai pengetahuan. Hal ini tentunya sangan jauh berbeda dengan metode pengajaran tradisional yang menyajikan bidang study (pengembangan) secara terpisah (parsial) antara bidang study satu dengan yang lainnya. Pengajaran model ini hanya dapat menciptakan pola berpikir parsial pada anak didik dalam memahami berbagai aspek pengetahuan.
B. Tujuan
Tujuan dari model pengajaran proyek yaitu mengaktifkan anak didik dalam kegiatan belajar mengajar serta membiasakan anak untuk berinteraksi kepada lingkungan. Pengajaran proyek sangat memberikan kesempatan pada anak untuk mau bekerja dan secara produktif menemukan berbagi pengetahuan. Guru hanya mengamati dan memantau jalannya kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
C. Pendekatan
1. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan pembelajaran proyek ini didukung oleh teori belajar konstruktivisme. Teori belajar ini berdasarkan pada ide bahwa anak didik dapat membangun pengetahuannya sendiri dalam konteks pengalaman. Pendekatan pembelajaran proyek ini dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong anak membangun pengetahuan dan keterampilan secara personal. Mereka akan memahami bahan kajian dengan menggunakan bahasa mereka sendiri berdasarkan apa yang mereka lihat, temukan, dan alami.
2. Pendekatan Inkuiri
Pendekatan yang melibatkan keterampilan pemerolehan berbagai konsep pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan nilai-nilai yang dilakukannya sendiri melalui sejumlah proses, seperti mengamati, mencari, dan menemukan.
3. Pendekatan Children Centre
Pendekatan pembelajaran proyek ini beranggapan bahwa pusat kegiatan pembelajaran bertitik tolak pada aktivitas anak. Anak didik memiliki kemampuan sendiri melalui berbagai aktivitas dalam mencari, menemukan, menyimpulkan serta mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, keterampilan, srta nilai-nilai yang telah diperolehnya.
D. Sumber Belajar
Sumber belajar yang dapat digunakan dalam model pembelajaran proyek ini antara lain, Lingkungan sekitar anak, televisi, tape recorder, kebun binatang, museum, Taman Mini Indonesia Indah, Taman Buah, atau Taman Impian Jaya Ancol.
E. Bentuk-Bentuk Pengajaran Proyek
1. Pengajaran Proyek Total
Bentuk ini menghendaki setiap bidang studi (pengembangan) melebur menjadi satu menunjukan keterkaitan dengan bidang studi lain membentuk satu kesatuan yang utuh.
2. Proyek Parsial
Bentuk pengajaran proyek kedua adalah pengajaran proyek parsial (bagian). Dalam bentuk ini terdapat penggabungan antara bidang studi (pengembangan) yang berdiri sendiri dengan bidang studi yang saling berhubungan. Bidang studi yang berdiri sendiri diberikan dengan model pengajaran yang lama (biasa) sedangkan bidang studi yang saling berkaitan diberikan dalam bentuk proyek.
3. Proyek Okasional
Bentuk proyek seperti ini hanya dilaksanakan pada saat-saat tertentu saja yang memungkinkan dilaksanakan pengajaran proyek , baik secara total maupun parsial. Proyek okasional dapat dilaksanakan sebagai salah satu bentu alternatif untuk menanggulangi kejenuhan anak dalam mengikuti model pengajaran pada sekolah lama. Proyek ini dapat dilaksanakan dalam jangka waktu sebulan sekali, pertengahan semester, atau satu semester sekali.
Dalam mendesain pengajaran proyek, tentukan secara jelas terlebih dahulu tema atau pokok masalah yang akan menjadi pusat minat bagi anak. Dengan didasarkan pada minat anak, diharapkan anak mempunyai motivasi serta keingintahuan yang besar terhadap pembelajaran yang akan dilakukan. Berdasarkan tema atau pokok masalah inilah dalam bidang-bidang studi dikaitkan sama lainnya. Penentuan pusat minat anak itu hendaknya didasarkan pada :
1. Adanya ketertarikan anak pada tema atau pokok masalah yang ditentukan.
2. Tema atau pokok masalah hendaknya didasarkan pada perkembangan anak.
3. Tema atau pokok masalah hendaknya ditentukan berdasarkan keadaan lingkungan yang disekitar anak.
4. Tema atau pokok masalah dapat juga ditetapkan berdasarkan isi masing-masing mata pelajaran.
F. Langkah-Langkah Pengajaran Proyek
Model pengajaran proyek dilaksanakan dengan menggunakan lima langkah sebagai berikut :
1. Langkah Persiapan
Guru mempersiapkan tema dan pokok masalah yang akan dilaksanakan dengan menggunakan pengajaran proyek. Setiap isi bidang studi (pengembangan) yang bersesuai dengan tema atau pokok masalah tertentu disusun dan diorganisasikan dalam suatu rencana pengajaran. Dalam langkah pertama, guru hendaknya mengidentifikasi dan merelevansikan isi setiap bidang studi yang akan dilaksanakan dengan pengajaran proyek.
Pada tahap persiapan, guru juga harus mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan :
1. Pemberian materi yang akan diberikan secara klasikal.
2. Pemberian bahan pengajaran secara tertulis sehingga anak dapat memiliki pemahaman yang agak mendalam berkaitan dengan isi bahan pelajaran.
3. Jenis-jenis tugas yang dikerjakan anak secara kelompok (5-7 orang) atau perorangan.
4. Menetapkan jumlah jam yang akan digunakan pada setiap jam pelajaran.
5. Rencana perjalanan sekolah yang akan dilaksanakan.
6. Rencana pameran yang akan diselenggarakan oleh anak-anak.
2. Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru mengadakan percakapan bersama anak-anak secara klasikal tentang tema atau pokok masalah serta bidang studi yang berkaitan sekaligus dapat menjajaki kesanggupan anak dalam mengenal bahan pelajaran serta tugas yang akan dikerjakannya untuk membangkitkan perhatian dan semangat anak-anak untuk melihat, menyelidiki, menyimpulkan dan mengkomunikasikan tentang sesuatu yang ditemukannya. Dalam kegiatan percakapan, guru dapat menulis hal-hal yang sudah dikenal anak serta mengidentifikasikan pokok proyek dalam setiap bidang studi yang akan diselidiki anak.
c. Perjalanan Sekolah atau Survey
Perjalanan sekolah atau survey dilakukan pada beberapa keluarga atau rumah yang berdekatan dengan lokasi sekolah. Masing-masing murid beserta kelompoknya melakukan pengamatan pada berbagai hal yang menjadi persoalan, misalnya bertanya tentang silsilah keluarga, binatang dan tanaman apa saja yang dipelihara, siapa dan jenis penyakit apa yang pernah diderita anggota keluarga, berapa penghasilan dan apa saja belanjanya, kerajinan ap saja yang dikerjakan keluarga tersebut. Agar perjalanan sekolah berlangsung tertib maka guru harus memberikan dan menanamkan tata tertib pada anak ketika akan melakukan kunjungan, misalnya bersikap dan berbicara sopan, membawa buku catatan.
d. Pengolahan Masalah
Setelah melakukan kunjungan tiap kelompok secara tertib kembali ke sekolah dengan membawa hasil pengamatan. Semua data yang dikumpulkan kelompok dilaporkan pada guru disampaikan pada diskusi dan laporan pengamatan tiap kelompok dalam presentasi. Secara bergiliran setiap kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk menjelaskan, menyimpulkan dan menyampaikan berbagai temuan sesuai dengan tugasnya.
Kegiatan pengolahan masalah selanjutnya dalam dilakukan murid, baik secara individu maupun kelompok, misalnya membuat data silsilah keluarga masing-masing, membuat data jumlah keluarga, data penghasilan dan pengeluaran keluarga, mencatat dan membuat data silsilah keluarga masing-masing, membuat data jumlah keluarga, data penghasilan dan pengeluaran keluarga, mencatat dan membuat data kesehatan keluarga, membuat berbagai bentuk keterampilan yang biasa dikerjakan dalam suatu keluarga, membuat peta dan grafik, menanam jenis tanaman, menggambar dan mewarnai, dan memelihara binatang.
Pada tahapini sangat terlihat kesibukan para murid dalam mengerjakan tugasnya. Dengan demikian kelas memperlihatkan fungsinya sebagai labolatorium dan disinilah konsep ‘lerning by doing’ diwujudkan oleh Kilpatrick sebagai kelanjutan dari pengembangan konsep pendidikan Dewey.
e. Pameran
Pameran dirancang dan dilaksanakan dari dan oleh anak itu sendiri. Anaklah yang menyusun meja kursi menjadi stan pameran. Anak juga yang menghias stan pameran tersebut. Guru lebih banyak bertindak sebagai pengawas dan pembimbing anak-anak dalam mempersiapkan stan pameran sebaik mungkin. Pada hari yang telah ditentukan, para orang tua dan keluarga sekitar sekolah berpartisipasi untuk hadir melihat, mengamati, bertanya dan memberikan berbagai tanggapan pada berbagai stan yang disiapkn anak-anak.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-23925914497921729422012-05-29T03:40:00.002-07:002012-05-29T03:40:35.754-07:00Creative Problem Solving Learning Model<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-hvDPVRmyKNg/T8SneT0hf-I/AAAAAAAAALw/V-MekR0dqcc/s1600/cps_process.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="320" width="320" src="http://1.bp.blogspot.com/-hvDPVRmyKNg/T8SneT0hf-I/AAAAAAAAALw/V-MekR0dqcc/s320/cps_process.jpg" /></a></div>
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Dalam pengertian lain, model diartikan sebagai barang tiruan, metafor, atau kiasan yang dirumuskan. Pouwer (1974:243) menerangkan tentang model dengan anggapan seperti kiasan yang dirumuskan secara eksplisit yang mengandung sejumlah unsur yang saling tergantung. Sebagai metafora model tidak pernah dipandang sebagai bagian data yang diwakili. Model menjelaskan fenomena dalam bentuk yang tidak seperti biasanya. Setiap model diperlukan untuk menjelaskan sesuatu yang lebih atau berbeda dari data. Syarat ini dapat dipenuhi dengan menyajikan data dalambentuk: ringkasan (tipe, diagram), konfigurasi ( structure ), korelasi (pola), idealisasi, dan kombinasi dari keempatnya. Jadi model merupakan kiasan yang padat yang bermanfaat bagi pembanding hubungan antara data terpilih dengan hubungan antara unsur terpilih dari suatu konstruksi logis.
Model pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Soekamto, 1997:78),. Menurut Mitchell dan Kowalik (Rahman, 2009:8): Creative, an idea that has an element of newness or uniqueness, at least to the one who creates the solution, and also has value and relevancy. Problem, any situation that presents a challenge, an opportunity, or is a concern. Solving, devising ways to answer, to meet, or to resolve the problem . Therefore, creative problem solving or cps is a process, method, or system for approaching a problem in an imaginative way and resulting in effective action.
Sedangkan menurut Karen (Dewi, 2008:28) model Creative problem Solving (CPS) adalah model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan.
Model Creative Problem Solving (CPS) pertamakali dikembangkan oleh Alex Osborn pendiri The Creative Education Foundation (CEF) dan co-founder of highly successful New York Advertising Agenncy . Pada tahun 1950-an Sidney Parnes bekerjasama dengan Alex Osborn melakukan penelitian untuk menyempurnakan model ini. Sehingga model Creative Problem Solving ini juga dikenal dengan nama The Osborn-parnes Creative Problem Solving Models. Pada awalnya model ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan tujuan agar para karyawan memiliki kreativitas yang tinggi dalam setiap tanggungjawab pekerjaannya, namun pada perkembangan selanjutnya model ini juga diterapkan pada dunia pendidikan.
Langkah-langkah dalam CPS menurut William E. Mitchell dan Thomas F. Kowalik (Rahman, 2009:10) adalah:
a. Mess-finding (menemukan masalah yang dirasakan sebagai pengganggu)
Tahap pertama, merupakan suatu usaha untuk mengidentifikasi situasi yang dirasakan mengganggu.
b. Fact-finding (menemukan fakta)
Tahap kedua, mendaftar semua fakta yang diketahui yang berhubungan dengan situasi tersebut, yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi informasi yang tidak diketahui tetapi esensial pada situsi yang sedang diidentifikasi dan dicari.
c. Problem-finding (menemukan masalah)
Pada tahap menemukan masalah, diupayakan mengidentifikasi semua kemungkinan pernyataan masalah dan kemudian memilih yang paling penting atau yang mendasari masalah.
d. Idea-finding
Pada tahap ini diupayakan untuk menemukan sejumlah ide atau gagasan yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
e. Solution-finding
Pada tahap penemuan solusi, ide-ide atau gagasan-gagasan pemecahan masalah diseleksi, untuk menemukan ide yang paling tepat untuk memecahkan masalah.
f. Acceptance-finding
Berusaha untuk memperoleh penerimaan atas solusi masalah, menyusun rencana tindakan dan mengimplementasikan solusi tersebut.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran CPS menurut Pepkin (Dewi, 2008:30) terdiri dari langkah-langkah:
a. Klarifikasi Masalah
Klasifikasi masalah meliputi penjelasan mengenai masalah yang diajukan kepada siswa, agar siswa memahami penyelesaian seperti apa yang diharapkan.
b. Pengungkapan Pendapat
Pada tahap ini siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat tentang bagaimana macam strategi penyelesaian masalah. Dari setiap ide yang diungkapkan, siswa mampu untuk memberikan alasan.
c. Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah
d. Implementasi (penguatan)
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkanya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut. Selain itu, pada tahapan implementasi, siswa diberi permasalahan baru agar dapat memperkuat pengetahuan yang telah diperolehnya.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-46910589668856000232012-05-28T21:25:00.002-07:002012-05-28T21:33:39.147-07:00EKSPERIMEN LEARNING MODELKeberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) tergantung pada banyak faktor, salah satunya adalah metode mengajar yang dilakukan oleh pendidik (guru). Guru yang mengajar dengan metode yang tepat akan membuat siswa senang, tekun, antusias, dan mudah memahami materi pelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
(<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-Ax1Ph-7AXJc/T8RPk9twsnI/AAAAAAAAALg/PcuBiY5mzw8/s1600/3.JPG" imageanchor="1" style="clear:right; float:right; margin-left:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="240" width="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-Ax1Ph-7AXJc/T8RPk9twsnI/AAAAAAAAALg/PcuBiY5mzw8/s320/3.JPG" /></a></div>
Ada berbagai macam metode mengajar yang dapat dilakukan oleh guru antara lain metode ceramah, diskusi, tanya jawab, brainstorming, eksperimen, resitasi, demonstrasi, bermain peran, kerja kelompok, dan karya wisata.
Salah satu metode mengajar yang penting dan erat kaitannya dengan pembelajaran IPA adalah metode eksperimen. Metode eksperimen merupakan suatu metode mengajar di mana guru bersama siswa mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dari hasil percobaan itu. Misalnya, ingin memperoleh jawaban tentang kebenaran sesuatu, mencari cara-cara yang lebih baik, mengetahui elemen atau unsur-unsur apakah yang ada pada suatu benda, ingin mengetahui apakah yang akan terjadi, dan sebagainya.
Metode eksperimen ialah suatu tuntutan demi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi agar menghasilkan suatu produk yang dapat dinikmati masyarakat secara umum. Eksperimen pun dilakukan orang agar diketahui kebenaran suatu gejala dan dapat menguji dan mengembangkannya menjadi suatu teori, kegiatan eksperimen yang dilakukan peserta didik merupakan kesempatan mereka melakukan suatu eksplorasi. Mereka akan memperoleh pengalaman meneliti yang dapat mendorong mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, berpikir ilmiah dan rasional serta lebih lanjut pengalamannya itu bisa berkembang di masa mendatang.
Metode eksperimen atau percobaan diartikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan aktifnya peserta didik dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan itu.
Adapun tujuan dari metode eksperimen ini adalah:
(a)Agar peserta didik mampu mengumpulkan fakta-fakta, informasi atau data yang diperoleh
(b) Melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan
(c) Melatih peserta didik menggunakan logika berpikir induktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui percobaan
(menurut buku sumber: dari diktat)
Langkah-langkah metode eksperimen
(a) Persiapan, Menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan eksperimen
(b) Pelaksanaan, Siswa dibimbing oleh guru melaksanakan eksperimen
(c) Evaluasi, Siswa membuat kesimpulan dari hasil pengamatan dan mengisi lembar pengamatan yang disediakan.
Kelebihan Metode Eksperimen
(a) Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau membaca buku.
(b) Siswa dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi.
c) Metode ini dapat menumbuhkan dan membina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan hasil percobaan yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-43012568740601523832012-05-28T21:04:00.001-07:002012-05-28T21:04:36.056-07:00MAKE A MATCH LEARNING MODELBeberapa hari yang lalu saya mengikuti ujian PKM (Pemanapan Kemampuan Mengajar) di MI WS Salakbrojo Kedungwuni Pekalongan. Sesuai dengan undian yang ada, saya mendapatkan materi untuk mengajar Bahasa Indonesia kelas 3. Terbersit dipikiran saya adalah pembelajaran di dalam kelas harus asik dan menenangkan untuk siswa saya. Adalah model pembelajaran Make a Match inilah yang menurut saya cocok untuk siswa kelas 3 yang masih merupakan kelas rendah.
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-qsxNM0RGLWc/T8RKn0eQ9cI/AAAAAAAAALQ/KRFFs6uL2eg/s1600/s.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="320" width="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-qsxNM0RGLWc/T8RKn0eQ9cI/AAAAAAAAALQ/KRFFs6uL2eg/s320/s.jpg" /></a></div>
Model Pembelajaran Make a Match artinya model pembelajaran Mencari Pasangan. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran Make a Match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan.
Langkah-langkah pembelajaran Make a Match adalah sebagi berikut :
1.Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3.Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4.Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Artinya siswa yang kebetulan mendapat kartu ‘soal’ maka harus mencari pasangan yang memegang kartu ‘ jawaban soal’ secepat mungkin. Demikian juga sebaliknya.
5.Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6.Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7.Demikian seterusnya sampai semua kartu soal dan jawaban jatuh ke semua siswa.
8.Kesimpulan/penutup.
Demikianlah, mudah-mudahan postingan ini dapat menambah khasanah pembelajaran kita sehingga pembelajaran yang dirancang Bapak/Ibu Guru dapat lebih bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus menyenangkan.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-72724802318732393902012-05-20T08:17:00.003-07:002012-05-28T20:14:51.125-07:00METODE PEMBELAJARAN EKSTRIMSebagai seorang guru dipastikan kita sering menjumpai berbagai fenomena nyata khususnya pada keadaan peserta didik kita baik <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-y5JpzFvs0o8/T8C8gTa4c5I/AAAAAAAAAKM/tfWitLMZnX4/s1600/1.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="240" width="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-y5JpzFvs0o8/T8C8gTa4c5I/AAAAAAAAAKM/tfWitLMZnX4/s320/1.jpg" /></a></div>
dalam hal kerajinan, kedisiplinan, etika, dan minat belajar mereka. Dari berbagai fenomena yang kompleks tersebut, seorang guru pun dituntut memiliki metode pembelajaran yang kompleks pula, kompleks dalam arti memiliki banyak cara, banyak inisiatif, banyak alternatif yang bersifat kreatif dan inovatif, selain itu seorang guru harus banyak bersabar pada muridnya untuk mengulang materi, menjelaskan ulang, membimbing mereka, sehingga mereka nantinya selain menjadi menjadi manusia yang berkualitas mereka juga mempunyai karakter yang baik, matang serta stabil.
Terlebih lagi pada era globalisasi seperti sekarang ini guru harus banyak belajar untuk selalu mengembangkan kemampuannya dalam upaya meningkatkan kualitas maupun efektifitas pembelajaran, peningkatan SDM guru ini perlu terus-menerus dilakukan akibat dampak dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang cepat ini.
Teknik mengajar yang baik dan benar bagi seorang guru merupakan hal yang sangat vital dalam menentukan efektif tidaknya sebuah pembelajaran. Alhasil seorang guru harus selalu berevolusi, dinamis dan terbuka dalam menerima hal yang baru, bukan hanya aktif dalam mengembangkan kemampuannya, namun juga proaktif dalam menyikapi setiap fenomena yang cenderung fluktuatif dan dinamis khususnya dalam dunia pendidikan sekarang ini, usaha untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalitas guru tersebut dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan, diantaranya mengikuti kegiatan-kegiatan maupun program-program yang berkaitan dengan pengembangan diri secara umum hingga pengembangan terkhusus yang berkaitan dengan peningkatan profesionalitas kinerja guru, misalnya dengan mengikuti seminar-seminar pendidikan, KKG, MGMP, browsing di internet dan sebagainya.
Kita semua sependapat bahwa di era kemajuan teknologi yang telah mendunia ini memiliki dampak dan konsekuensi yang sangat besar dan kompleks, bagai pisau bermata dua, sisi lain memberikan dampak positif yang luar biasa namun di sisi lainnya memberikan dampak negatif yang luar biasa pula. Namun sebelum kita membahas tentang dampak dari kemajuan TIK dunia, sebelumnya kita lihat apa saja produk yang dihasilkan di era kemajuan ini, yang kesemuanya itu terlahir dari buah pikiran serta buah tangan dari manusia-manusia yang unggul, manusia yang tidak berhenti belajar, berani mencoba dan mencoba lagi pantang menyerah.
Banyak sekali produk dari era kemajuan di zaman teknologi sekarang ini di antaranya:
1. Koran atau media cetak berkembang pesat baik yang konvensional hingga media masa online,
2. Televisi dan radio yang telah mendunia dengan channel yang semakin bertambah dengan signal yang mudah didapatkan,
3. Sambungan telepon atau jaringan telepon seluler pun sudah memasyarakat,
4. Sistem komputerisasi telah diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan,
5. Banyaknya inovasi maupun kreativitas baru dalam menghasilkan fasilitas maupun produk canggih, baik di bidang komunikasi, elektronik, otomotif, robotic, dan lain sebagainya.
Dari berbagai produk di atas tentu kesemuanya menjanjikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi, fitur atau fasilitas canggih dan yang terpenting adalah kualitas yang semakin meningkat dari masa kemasa. Sehingga pada saat sekarang ini, jarak dan waktu tidak lagi menjadi masalah baik dari aspek komunikasi hingga transportasi.
Kemudian beberapa hal yang paling berpengaruh di era globalisasi sekarang selain dari hal-hal yang telah disebutkan di atas yaitu adanya perkembangan internet yang berkembang pesat, internet atau interconnection networking adalah sistem global dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung, saat ini fasilitas internet dapat dinikmati bukan hanya di warnet (warung internet) saja, namun layanan ini telah banyak tersedia pada beberapa jenis handphone yang telah menyediakan fitur untuk koneksi internet via mobile, dengan adanya modem mobile internal inilah pengguna handphone dapat langsung “berinternet ria” via mobile internet di hp mereka dengan lebih fleksibel dan efisien. Selain itu beberapa handphone jenis tertentu dapat digunakan sebagai modem eksternal untuk koneksi internet baik dari note book, laptop hingga PC anda tanpa mengganggu lalu lintas panggilan dan pesan yang masuk ke hp kita.
Layanan internet atau lazim kita sebut dunia maya ini memberikan banyak manfaat positif bagi guru maupun siswa, di antaranya :
1. Mudah untuk menemukan maupun mencari informasi yang ingin kita ketahui dalam waktu yang relatif singkat, misalnya pencarian web, gambar, audio, video atau pun file-file dalam format lainnya dengan hanya menuliskan kata kunci pada mesin pencari (search engine) saja; seperti di google, yahoo ataupun bing.
2. Sebagai sarana publikasi yang efektif dan mendunia, karena informasi yang telah kita publikasikan di internet akan dapat diakses oleh seluruh pengguna internet di seluruh dunia misalnya
• Share tentang pendidikan melalui jejaring sosial facebook ataupun twiter.
• Sarana publikasi sekolah, blog atau situs pribadi guru dll. Publikasi sekolah dapat menggunakan berbagai situs dari hosting berbayar hingga yang gratis seperti wikipedia, blog ataupun website.
• Iklan online, berita online hingga bisnis online.
3. Penyampaian laporan-laporan sekolah kepada pihak lain, pengiriman surat atau dokumen dalam berbagai format baik word, excel, pdf, photo, mp3, video maupun file-file dalam format lainnya. Pengiriman file ini dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas surat elektronik atau email seperti : gmail atau pun yahoo mail.
4. Dapat mendownload atau mengambil (mengunduh) file dari internet sekaligus dapat mengupload (mengunggah) file ke internet.
5. Chating (bercakap-cakap antar pengguna internet yang sedang online) baik dalam bentuk tulisan, isyarat, kode, gambar bahkan melalui video streaming dengan gambar live dan suara layaknya bertemu langsung antar komunikan.
6. Pengguna dapat mendengarkan musik, radio, hingga menonton video maupun televisi online melalui koneksi internet.
7. Dan lain-lain.
Dari berbagai manfaat positif dari penggunaan layanan internet di atas, tentu banyak juga akibat negatif yang ditimbulkan dari pengguna internet yang salah guna, di antaranya :
1. Dengan mudahnya menyebarluaskan informasi, banyak penipuan berawal dari informasi di internet.
2. Sebagian siswa kecanduan game online sehingga menyebabkan kuantitas dan kualitas belajarnya berkurang.
3. Kurangnya peran aktif orang tua dalam memantau anak dalam berhubungan dengan dunia maya atau internet sehingga banyak tulisan, gambar, video maupun tontonan yang tidak senonoh dapat mereka konsumsi dengan bebas dan tak terbatas, hal ini menyebabkan degradasi mental dan merusak pikiran anak secara tajam.
4. Tindak kriminalitas seperti penculikan anak, human trafficking (penjualan manusia) juga sering terjadi disebabkan adanya informasi dan komunikasi antar pengguna melalui jejaring sosial yang tidak terbatas sekarang ini.
Setelah kita membaca uraian singkat tentang plus-minus internet di atas, tentu kita sebagai guru merasa miris terhadap pergaulan maupun tingkah laku peserta didik kita khususnya pada sekolah yang berada di lingkungan kota yang secara umum cenderung lebih kompleks pengaruh dari produk globalisasi sekarang ini, namun hal ini pun bukanlah hukum yang mutlak lagi, karena pada akhir-akhir ini pengaruh globalisasi sudah mulai merambah hingga ke daerah pelosok atau daerah yang jauh dari perkotaan seiring dengan penyebaran akses telekomunikasi seluler yang semakin luas hingga ke pelosok daerah, tentu layanan telekomunikasi seluler ini juga menghadirkan layanan akses ke internet di dalamnya.
Selain internet, produk globalisasi yang dampak positif dan negatifnya tidak bisa kita anggap remeh adalah televisi, televisi pun dipastikan hampir setiap rumah memilikinya, dan saat ini televisi bukanlah barang mewah lagi. Sebagai contoh untuk daerah di lingkungan SMPN Satu Atap Sungai Karang pun yang notabene belum tersedia jaringan listrik PLN saat ini pun hampir setiap rumah memiliki televisi yang dapat dioperasikan dengan daya diesel maupun genset.
Banyak program ataupun acara di televisi yang bagus untuk pelajar, seperti pada chanel televisi edukasi yang hampir 100% programnya membahas tentang pendidikan maupun pada program-program di chanel lain yang pada waktu-waktu tertentu menayangkan program (acara) tentang pendidikan. Di samping itu televisi juga banyak menayangkan berbagai macam acara yang tidak sesuai dengan anak, tentu untuk menekan akibat negatif dari tontonan di televisi ini, orang tualah yang bertanggung jawab penuh dalam membimbing, mengawasi dan mengontrol anak ketika menonton televisi di rumah.
Hingga saya pun berkesimpulan bagi anak yang kurang pengarahan, pengawasan atau kontrol, baik dari guru, orang tua bahkan kontrol yang lebih besar yaitu dari masyarakat, sudah barang tentu akibat dari penggunaan fasilitas internet, televisi maupun media masa, majalah, media komunikasi salah guna lainnya yang telah dikonsumsi anak dapat menimbulkan dampak negatif yang kompleks pada anak. Dampak negatif yang kompleks pada anak tersebut akan menyebabkan mental bahkan tanpa mereka sadari sedikit demi sedikit menjelma pada tingkah laku anak, dan jika hal ini terus dibiarkan saya yakin cepat atau lambat mereka akan menjadi anak yang “ekstrim”.
Mentalitas ekstrim pada anak dalam artian anak memiliki paradigma sendiri tentang sikap dan tingkah laku yang salah tapi mereka anggap benar, pemahaman yang menyimpang tapi mereka anggap benar, dan beberapa bentuk ekstrimisme-ekstrimisme lainnya yang tentu tidak baik bagi hubungan individu, keuarga dan sosial mereka hingga akhirnya egoisme yang berlebih yang mengagungkan kebenaran pribadi menjadi titik puncak akibat adanya mentalitas ekstrim ini, selanjutnya mentalitas ekstrim ini otomatis akan berimplikasi pula pada tingkah laku, pola hidup bahkan kebiasaan hidup anak dalam kehidupan sehari-harinya.
Banyak macam dan peristiwa yang mencerminkan tingkah laku yang tidak baik namun telah dilakukan oleh beberapa oknum pelajar ini di antaranya :
• Perkelahian atau bentrok fisik antar pelajar bahkan antar sekolah.
• Anak tidak sopan terhadap guru bahkan orang tuanya.
• Pergaulan bebas hingga menyebabkan kehamilan pada pelajar.
• Materialisme anak yang berlebih, sehingga mereka menuntut pada orang tuanya untuk mewujudkan keinginannya itu tanpa mau mengerti keadaan orang tuanya. Salah satu contohnya anak minta paksa untuk dibelikan motor baru pada orang tua tanpa mempertimbangan keadaan ekonomi orang tua.
• Tidak ada perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru saat di dalam kelas.
Sebagai guru yang telah mendapati salah satu sikap yang ekstrim di atas atau pun sikap ekstrim lain yang mencerminkan tingkah laku yang tidak baik pada anak atau pun pelajar selayaknya guru harus menerapkan metode pembelajaran yang tepat, sebab jika guru salah dalam menerapkan metode pembelajaran, pembimbingan maupun pengarahan pada anak tersebut, maka bukan tidak mungkin perubahan positif yang diharapkan akan sulit direalisasikan. Hal ini terjadi akibat tuntutan zaman yang semakin maju pesat dan kompleks ini, kita pun dituntut untuk menerapkan metode maupun teknik pembelajaran yang terus berkembang pula. Saat ini metode pembelajaran yang “ekstrim” pulalah yang tepat untuk anak didik kita, selain sebagai upaya dalam mengatasi ekstrimisme-ekstrimisme siswa tadi sekaligus sebagai metode dan teknik baru dalam memperkaya khasanah keilmuan khususnya dalam aspek pembelajaran yang berusaha menjadikan suasana pembelajaran yang edukatif yang positif, efektif (berhasil guna) serta aplikatif.
Metode pembelajaran yang “ekstrim” bukanlah pembelajaran yang berarti pembelajaran yang keras dan berlebihan, apalagi metode pembelajaran yang membahayakan...???. Pembelajaran EKSTRIM adalah pembelajaran yang berusaha memanifestasikan nilai-nilai serta sikap-sikap positif kehidupan kita sehari-hari dalam proses belajar mengajar di sekolah, nilai-nilai serta sikap-sikap positif itu antara lain; Elaboratif. Konstruktif, Santun, Tegas, Rasional, Inspiratif dan Modern.
Guru yang dapat menerapkan pembelajaran EKSTRIM secara sempurna akan mendapati perubahan yang signifikan khususnya mengenai motivasi dan kesadaran siswa dalam belajar ikhlas, selanjutnya kesadaran ini akan mengantar siswa dalam meraih masa depan yang cemerlang.
Penjabaran dari metode pembelajaran maupun teknik pembelajaran yang Elaboratif. Konstruktif, Santun, Tegas, Rasional, Inspiratif dan Modern (EKSTRIM) ini dapat saya uraikan secara singkat, sebagai berikut.
1. Elaboratif
Elaboratif merupakan metode pembelajaran yang mengedepankan kejelasan materi ataupun pembahasan yang disampaikan secara detail sekaligus rinci. Jadi, dalam penyampaian materi, pemahaman guru harus optimal atau maksimal terhadap setiap materi atau pembahasan yang disampaikan kepada peserta didik (siswa).
Secara teknis metode pembelajaran yang elaboratif dapat dideskripsikan sebagai berikut :
• Tahap persiapan, sebelum mengajar lakukan sharing materi atau pembahasan anda pada guru kelas atau guru bidang studi lain, mungkin ada beberapa istilah kata ataupun teori yang berhubungan dengan bidang studi lain yang lebih detail penjelasannya atau mungkin bahkan sudah pernah disampaikan pada siswa atau kelas yang akan anda bimbing. Hal ini dilakukan untuk menghindari perbedaan persepsi siswa terhadap guru-gurunya, jangan sampai antara guru satu dengan guru yang lainnya berbeda pemahaman terhadap sebuah sub pokok bahasan namun penjelasan guru yang satu dengan yang lainnya berbeda.
• Penyampaian materi disampaikan oleh guru dengan susunan bahasa yang baik dan benar, intonasi yang tepat, mimik muka serta ekspresi anggota badan maupun tubuh yang mencerminkan penjiwaan yang sinkron dengan tema bahasan, hal ini jelas akan memudahkan siswa dalam memahami sebuah bahasan atau materi.
• Materi disajikan secara terstruktur dan sistematis.
• Di sela-sela penyampaian materi, siswa diijinkan bertanya tanpa harus menunggu guru selesai menyampaikan materinya. Hal ini dilakukan agar siswa memahami materi pembahasan secara komprehensif (menyeluruh).
2. Konstruktif
Materi dan pembahasan yang disampaikan harus bersifat membangun dan baik karena target pendidikan identik dengan perbaikan, peningkatan SDM secara universal, bukan hanya kegiatan formil semata namun inti dari seluruh kegiatan pendidikan ini adalah formula kehidupan yang aplikatif dan efektif dalam mencapai taraf kehidupan yang lebih berkualitas pada siswa nantinya. seandainya pun menggunakan alat peraga dalam penyampaian materi atau pembahasan jangan sampai melakukan tindakan destruktif atau merusak di hadapan siswa.
3. Santun
Nasehat yang terbaik adalah keteladanan, sikap guru yang santun serta ramah baik di dalam dan di luar sekolah adalah teladan yang baik bagi siswa dan masyarakat, namun sikap santun kepada siswa di sekolah atau di kelas bukanlah seperti anak yang menghormati orang tuanya, namun seperti orang tua yang mau menghargai anak-anaknya, sehingga terciptalah suasana yang bersahabat dan damai.
Terlebih lagi santun serta menghargai setiap siswa dalam proses belajar mengajar adalah kunci seorang guru dalam menciptakan suasana kekeluargaan yang otomatis terciptalah ikatan batin yang positif antara siswa dengan gurunya seperti dekatnya hubungan perasaan antara anak dengan orang tuanya, hal ini akan menimbulkan antusiasme dalam belajar yang ikhlas karena metode pembelajaran yang santun ini sasarannya adalah membuka hati dan perasaan siswa untuk menerima hal-hal baru secara sadar dan ikhlas, untuk selanjutnya ketenangan hati itulah yang akan merefresh otak mereka dalam menerima transfer of knowledge saat itu.
4. Tegas
Ketegasan bukanlah kekerasan dan kekerasan bukanlah ketegasan, ketegasan adalah sikap yang pasti dalam memutuskan, pilihan jawabannya adalah ya atau tidak, tidak ada jawaban yang meragukan bagi siswa.
5. Inspiratif
Di sela-sela proses pembelajaran, alokasikan waktu sekitar 5 menit untuk menyampaikan beberapa kata-kata yang membangkitkan semangat, kata-kata mutiara yang berintikan motivasi, contoh kalimat yang bisa membangkitkan semangat belajar siswa, seperti; Untuk menjadi pintar memang sulit, tapi lebih sulit lagi kalau tidak pintar. Jati diri bukan dicari, tapi diciptakan, Di mana ada kemauan, di situ ada jalan, Bakat belum tentu mempunyai minat, namun minat dapat menciptakan bakat dan lain sebagainya.
Selain itu kita dapat juga menceritakan biografi singkat tentang kisah-kisah orang yang telah sukses, bisa juga tentang hal-hal lain yang sekiranya dapat menyalakan api semangat dalam mewujudkan setiap cita-cita mereka, beri keyakinan yang mendalam akan pentingnya belajar dan berusaha, karena belajar adalah bagian dari usaha itu sendiri.
Pelajar berprestasi atau bahkan kisah-kisah orang sukses saat ini, namun yang menjadi highligh dari kisah sukses yang inspiratif diceritakan saat umur sebaya dengan siswa, hal ini akan menimbulkan semangat baru, menjadi motivasi bahkan kreatifitas, inovasi lahir dari sebuah inspirasi (hikmah)
Usahakan setiap tatap muka selalu sediakan waktu khusus untuk menginspirasi siswa, terlebih jika kita sebagai guru mereka bisa menjadi sosok yang inspiratif bagi mereka.
6. Modern
Gunakan pendekatan yang sesuai dengan jaman mereka untuk mengarahkan siswa, karena mereka lahir di jamannya, bukan lahir di jaman kita. Oleh karena itu, jelas bahwa secara pendidikan alamiah saja, pendidikan alam yang dia alami sangat berbeda jauh dengan apa yang kita alami, sehingga mindset mereka secara alamiah sedemikian rupa dan pastinya jauh berbeda dengan mindset mereka.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-35305650664338387262011-06-19T07:29:00.000-07:002011-06-19T07:29:32.797-07:00MODEL PAIKEM GEMBROTPAKEM adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Disamping metodologi pembelajaran dengan nama atau sebutan “PAKEM”, muncul pula nama yang dikeluarkan di daerah Jawa Tengah dengan sebutan “PAIKEM Gembrot” dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Disamping itu melalui program Workstation P4TK-BMTI Bandung tahun 2007, di Jayapura muncul pula sebutan <br />
“Pembelajaran MATOA” (diambil dari buah Matoa), kepanjangan Menyenangkan Atraktif Terukur Orang Aktif, yang artinya Pembelajaran yang menyenangkan, Guru dapat menyajikan dengan atraktif/menarik dengan hasil terukur sesuai yang diharapkan siswa(orang) belajar secara aktif. .<br />
<br />
Active Learning,<br />
Proses belajar dapat dikatakan active learning dengan mengandung :<br />
1. Komitmen (Keterlekatan pada tugas),<br />
Berarti, materi, metode dan strategi pembelajaran bermanfaat untuk siswa(meaningful), sesuai dengan kebutuhan siswa (relevant) dan bersifat pribadi (personal)<br />
2. Tanggung jawab (Responsibility),<br />
Merupakan suatu proses belajar yang memberi wewenang pada siswa untuk krtitis, guru lebih banyak mendengar daripada bicara, menghormat ide-ide siswa, memberi pilihan dan memberi kesempatan pada siswa untuk memutuskan sendiri<br />
3. Motivasi,<br />
Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, dengan lebih mengembangkan motivasi intrinsik siswa agar proses belajar yang ditekuninya muncul berdasarkan, minat dan inisiatif sendiri, bukan karena dorongan lingkungan atau orang lain. Motivasi belajar siswa akan meningkat karena ditunjang oleh pendekatan belajar yang dilakukan guru lebih dipusatkan kepada siswa (Student centred approach), guru tidak hanya menyuapi atau menuangkan dalam ember, tetapi menghidupkan api yang menerangi sekelilingnya, dan bersikap positif kepada siswa.<br />
Active learning bisa dibangun oleh seorang guru yang gembira,tekun dan setia pada tugasnya, bertanggung jawab, motivator yang bijak, berpikir positif, terbuka pada ide baru dan saran dari siswa atau orang tuanya/masyarakat, tiap hari energinya untuk siswa supaya belajar kreatif, selalu membimbing, seorang pendengar yang baik, memahami kebutuhan siswa secara individual, dan mengikuti perkembangan pengetahuan.<br />
Pembelajaran Kreatif<br />
Pembelajaran kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan, mengimajinasikan, melakukan inovasi, dan melakukan hal-hal yang artistik lainnya. Dikarakterkan dengan adanya keaslian dan hal yang baru. Dibentuk melalui suatu proses yang baru. Memiliki kemampuan untuk menciptakan. Dirancang untuk mesimulasikan imajinasi.<br />
Kreatifitas adalah sebagai kemampuan (berdasarkan data dan informasi yang tersedia) untuk memberikan gagasan-gagasan baru dengan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, yang menekankan pada segi kuantitas, ketergantungan dan keragaman jawaban dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.<br />
Ciri-ciri Kepribadian Kreatif<br />
Berdasarkan survei kepustakaan oleh Supriadi (1985) mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yaitu: (1) terbuka terhadap pengalaman baru, (2) fleksibel dalam berfikir dan merespons; (3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan;(4)menghargai fantasi; (5) tertarik kepada kegiatan-kegiatan kreatif; (6) mempunyai pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain; (7) mempunyai rasa ingin tahu yang besar; (8) toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti; (9) berani mengambil risiko yang diperhitungkan; (10) percaya diri dan mandiri; (11) memiliki tanggung jawab dan komitmen kepada tugas; (12) tekun dan tidak mudah bosan; (13) tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah; (14) kaya akan inisiatif;<br />
(15) peka terhadap situasi lingkungan; (16) lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu; (17) memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik; (18) tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik dan mengandung teka-teki; (19) memiliki gagasan yang orisinal; (20) mempunyai minat yang luas; (21) menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri; (22) kritis terhadap pendapat orang lain; (23) senang mengajukan pertanyaan yang baik; dan (24) memiliki kesadaran etik-moral dan estetik yang tinggi.<br />
Sedangkan Kirton (1976) membedakan ciri kepribadian kreatif kedalam dua gaya berfikir : Adaptors dan innovators. Kedua gaya tersebut merupakan pendekatan dalam mengahadapi perubahan. Adaptors mencoba membuat sesuatu lebih baik, menggunakannya, ada yang menggunakan metode, nilai, kebijakan, dan prosedur. Mereka percaya pada standard dan konsesus yang diterima sebagai petunjuk dalam pengembangan dan implementasi ide-ide baru. Sedangkan innovators suka merekonstruksi masalah, berpikir .<br />
Mencermati pandangan pertama, yang mengartikan kreativitas sebagai kemampuan, maka yang dimaksud kemampuan di sini adalah kemampuan menggunakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dilandasi oleh fakta dan informasi yang akurat dalam memecahkan atau mengatasi suatu masalah, dengan demikian kreativitas dalam pengertian kemampuan hanya mencakup dimensi kognitif. Ciri-ciri kreativitas tersebut belum sepenuhnya menjadi tolok ukur seseorang dapat disebut kreatif. Ciri lain yang harus dikembangkan yaitu ciri afektif menyangkut sikap dan perasaan seseorang, antara lain motivasi untuk berbuat sesuatu.<br />
Penyajian Pembelajaran,<br />
Penyajian dalam pembelajaran ini dapat dilakukan dengan, pemecahan masalah, curah pendapat, belajar dengan melakukan (learning by doing),menggunakan banyak metode yang disesuaikan dengan kontek, kerja kelompok.<br />
Para siswa menyelesaikan permasalahan, menjawab pertanyaan-pertanyaan, memformulasikan pertanyaan-pertanyaan menurut mereka sendiri, mendiskusikan, menerangkan, melakukan debat, curah pendapat selama pelajaran di kelas, dan pembelajaran kerjasama, yaitu para siswa bekerja dalam tim untuk mengatasi permasalahan dan kerja proyek yang telah dikondisikan dan diyakini agar terjadi ketergantungan yang positif dan tanggung jawab individu yang mendalam.<br />
Untuk keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sebelumnya siswa dilatih cara konsentrasi, ketelitian, kesabaran, ketekunan, keuletan , peningkatan daya ingat serta belajar dengan metode bayangan. Disamping itu siswa dapat melakukan “SSN” (Senyum, Santai dan Nikmat) yang artinnya siswa dapat melakukan dengan senyum (dalam hati) berarti senang dalam proses kegiatan pembelajaran, Santai berarti siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran tidak tegang/stress serta siswa dapat menikmati kegiatan pembelajaran. Dengan proses tersebut akhirnya siswa dapat menguasai materi sesuai yang diharapkan dengan benar.<br />
Latihan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara atau dalam bentuk permainan (games), misalnya menghitung huruf “a” pada satu (lebih) paragrap dengan beberapa kalimat, latihan membayangkan diri sendiri.<br />
Disamping itu Guru harus selalu memberikan motivasi kepada semua siswa bahwa pelajaran tidak ada yang sulit, semua siswa akan mampu menguasai materi tersebut dengan baik. Hindarilah menakut-nakuti atau menyampaikan, bahwa pelajarannya sangat sulit, hal ini akan mengurangi motivasi siswa untuk belajar, seolah-olah kemampuan otaknya tidak mampu untuk menerimanya/seolah-olah otaknya tertutup untuk menerimanya, karena pelajaran sangat dipandang sulit. Dan berbagai cara/metode permainan yang dapat bermanfaat bagi perkembangan kemampuan otak siswa.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-79942452241868796252011-03-23T21:15:00.000-07:002012-05-26T04:28:47.278-07:00MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPINGMind Mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada. (http://www.kaskus.us/showthread.php?t=702661)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-PJKst1qVv9A/T8C-G_5CqsI/AAAAAAAAAKY/EpW90fZWHuo/s1600/2.jpg" imageanchor="1" style="clear:right; float:right; margin-left:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="226" width="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-PJKst1qVv9A/T8C-G_5CqsI/AAAAAAAAAKY/EpW90fZWHuo/s320/2.jpg" /></a></div>
Mind Mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa.<br />
Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya memudahkan untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain.(http://escaeva.com)<br />
Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%.<br />
Beberapa manfaat memiliki mind map antara lain :<br />
a. Merencana<br />
b. Berkomunikasi<br />
c. Menjadi Kreatif<br />
d. Menghemat Waktu<br />
e. Menyelesaikan Masalah<br />
f. Memusatkan Perhatian<br />
g. Menyusun dan Menjelaskan Fikiran-fikiran<br />
h. Mengingat dengan lebih baik<br />
i. Belajar Lebih Cepat dan Efisien<br />
j. Melihat gambar keseluruhan<br />
Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu :<br />
a. Cara ini cepat<br />
b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda<br />
c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.<br />
d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.<br />
( http://www.escaeva.com/tips-menulis/tips-fiksi/menulis-dengan-diagram-balon.html)<br />
Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Maping<br />
Catatan Biasa Peta Pikiran hanya berupa tulisan-tulisan saja Berupa tulisan, symbol dan gambar hanya dalam satu warna berwarna-warni untuk mereview ulang diperlukan waktu yang lama Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif bahkan dalam statis membuat individu menjadi kreatif<br />
Sumber Iwan Sugiarto, 2004 : 76.<br />
Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.(Sugiarto,Iwan. 2004. Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir.)<br />
Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan selembar kertas kosong yang diatur dalam posisi landscape kemudian tempatan topik yang akan dibahas di tengah-tengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Usahakan menggunakan gambar, simbol atau kode pada mind mapping yang dibuat. Dengan visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numerik dan verbal bersinergi dengan kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan ensinergikan potensi otak kiri dan kanan, siswa dapat dengan lebih mudah menangkap dan menguasai materi pelajaran.<br />
Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta bukan kalimat. Setiap garis-garis cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat kepentingan dari masing-masing garis.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-28146356890122014992011-03-23T21:13:00.000-07:002012-05-26T04:49:37.248-07:00MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION ( PBI )1. Pengertian Model Problem Based Instruction ( PBI )<br />
<br />
Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik (Arends et al., 2001). Dalam pemrolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.<br />
Peranan guru sebagai pembimbing dan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah.<br />
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, artikel, jurnal, kliping, peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.<br />
Kelebihan:<br />
a. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.<br />
b. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.<br />
c. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.<br />
Kekurangan:<br />
a. Untuk siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.<br />
b. Membutuhkan banyak waktu dan dana.<br />
c. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.<br />
<br />
Adapun langkah-langkah dalam Model Problem Based Introduction (PBI) adalah sebagai berikut :<br />
a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistic yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pmecahan masalah yang dipilih<br />
b. Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll)<br />
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah<br />
d. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya<br />
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap pendidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.<br />
<br />
2. Materi yang Cocok dan Alasan Memilih Materi dengan Model Problem Based Instruction ( PBI )<br />
Kelas V :<br />
- Perubahan sifat benda<br />
Alasannya : dengan materi ini anak dapat memecahkan masalah mengapa benda-benda dapat berubah sifatnya, atau anak dapat meneliti perubahan benda-benda dari segi bentuk, warna atau bau. sifat-sifat yang terdapat pada sebuah benda pada saat terjadi perubahan. Dengan materi ini anak melakukan percobaan langsung agar dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi dan memberikan jawabannya dengan menyusun laporan. Disini anak dituntuk bekerjasama agar percobaan yang dilakukan berhasil.<br />
Kelas VI :<br />
- Perubahan Pada Benda<br />
Alasannya : dalam materi ini membahas tentang : pelapukan, perkaratan, dan pembusukan yang dimana masing-masing siswa harus melakukan penelitian atau percobaan tentang materi yang dibahas. Sumber data dapat diperoleh melalui internet, maupun buku referensi yang mendukung,. Masing-masing siswa dapat melakukan hipotesis tentang materi ini seperti memaparkan penyebab terjadi, akibat dan sebab dan melakukan pemecahan masalah pada masalah tersebut. Setelah semua data terkumpul maka dapat dibuat laporan untuk dievaluasi guru tentang penyelidikanmereka apakah sudah akurat atau belum serta melakukan penyempurnaan-penyempurnaan lainnya.<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-_7W4F2x7GdE/T8DDInmMrBI/AAAAAAAAAK0/PryPvz9NUXg/s1600/5.gif" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="318" width="320" src="http://1.bp.blogspot.com/-_7W4F2x7GdE/T8DDInmMrBI/AAAAAAAAAK0/PryPvz9NUXg/s320/5.gif" /></a></div>Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-56310031021760160732011-03-17T21:52:00.000-07:002012-05-26T04:44:48.371-07:00MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT)Secara umum TGT sama saja dengan STAD kecuali satu hal : TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim yang lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. TGT sangat sering digunakan dan dikombinasikan dengan STAD, dengan menambahkanturnamen tertentu pada struktur STAD yang biasanya. Deskripsi dan komponen-komponen TGT adalah sebagi berikut :<br />
a. Presentasi di Kelas<br />
Materi dalam TGT pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanylah bahwa presentasi tersebut harus benar-benar berfokus pada unit TGT. Dengan cara ini para <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-pKix2jMSznw/T8DCHYYBFBI/AAAAAAAAAKo/ZPNLw0RMark/s1600/4.jpeg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="194" width="259" src="http://1.bp.blogspot.com/-pKix2jMSznw/T8DCHYYBFBI/AAAAAAAAAKo/ZPNLw0RMark/s320/4.jpeg" /></a></div>
siswa akan menyadari bahwa mreka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sngat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka<br />
b. Tim <br />
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnis. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan lebih khusunya lagi untuk mempersiapkan angotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandigkan jawaban dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.<br />
Tim adalah fitur yang paling penting dalam TGT. Pada tiap poinnya, yang ditekan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim itu harus melakukan yang terbaik untuk membantu anggotannya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah memberikan perhatian dan respk yang mutual yang peting untuk akibat yang dihasikan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream<br />
c. Game<br />
Game dalam TGT terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan dan dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut dimainkan di atas meja dengan tiga orang siswa, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan game berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penanyang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-masing.<br />
d. Turnamen <br />
Turanamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen pertama, guru menunujuk siswa untuk berada di meja turnamen, tiga siswa berprestasi tinggi pertama di meja 1, tiga berikutnya di meja 2 , dan seterusnya. Kompetisi yang seimbang ini , seperti halnya sistem skor kemajuan individual dalam STAD, memungkinkan para siswa dari semua tingkat kinerja sebelumnya berkontribusi secara maksimal terhadap skor tim mereka jika mereka melakukan yang terbaik.<br />
Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung pada kinerja mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada tiap meja “ naik tingkat” ke meja berikutnya yang lebih tinggi, skor teringgi kedua tetap tingal dimeja yang sama; dan yang skornya paling rendah “diturunkan”. Dengan cara ini, jika pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya mereka akan dinaikan atau dirueunkan sampai mereka mencapai tingkat kinerja mereka yang seungguhnya.<br />
e. Rekognisi Tim<br />
Tim akan memperoleh sertifikat atau bentuk pengargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.<br />
Persiapan <br />
a. Materi <br />
Materi kurikulum TGT sama saja dengan STAD, kecuali perlu menyiapkan kartu-kartu bernomor dari nomor satu sampai tigapuluh untuk tiap tiga orang anak.<br />
b. Menempatkan siswa dalam tim<br />
Dalam menmpatkan siswa dalam beberap tim kita dapat mengikuti langkah-langkah beruikut ini :<br />
• Memfotokopi lembar rangkuman tim.<br />
Buatlah kopian dari lembar rangkuman tim untuk setiap empat siswa dalam satu kelas.<br />
Susun peringkat siswa.<br />
Pada selembar kertas, buatlah urutan perigkat siswa dalam satu kelasdari yang teringgi samapi yang terendah. Gunakan informasi apapun yang dimilki untuk melakukan hal ini; nilai ujian adalah yang terbaik, kualitas masing – masing juga baik, tetapi menggunakan penilaian sendiri juga tidak apa – apa. Memang afak sulit membuat peringkat dengan tepat, tetapi lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan.<br />
• Tentukan berdasarkan jumlah tim.<br />
Tiap tim harus terdiri dari empat anggota jika memungkinkan. Untuk menentukan berapa tim yang akan dibentuk, jumlah siswa dikelas dibagi empat, hasil bagi tersebut tentunya jumlah tim beranggotakan empat orang. Misalnya, di dalam kelas ada 32 orang, maka akan membentuk delapan tim yang masing-masing beranggotakan empat orang. Jika pembagian tersebut tidak genap, siswanya bisa jadi berjumlah satu, dua, atau tiga orang. Selanjutnya akan ada tim yang beranggotakan lima orang.<br />
• Bagikan siswa kedalam tim<br />
Dalam membagi siswa ke dalam tim, seimbangkan timnya supaya :<br />
1. Tiap tim terdiri atas level yang kinerjannya berkisar dari yang rendah, sedang dan tinngi<br />
2. Level kinerja yang sedang dari semua tim yang ada di kelas hendaknya setara.<br />
Gunakan peringkat siswa berdasarkan kinerjannya, bagikan huruf tim kepada tiap-tiap siswa. Misalnya dalam delapan tim yang ada di dalam kelas kita menggunakan huruf A sampai H.<br />
c. Menempatkan siswa ke dalam meja turnamen<br />
Buatlah kopian lembar penempatan meja turnamen. Pada lembar tersebut isilah daftar nama siswa dari atas ke bawah sesuai urutan kinerja siswa, gunakan peringkat yang sama seperti yang akan digunakan untuk membentuk tim. Hitunglah jumlah siswa di dalam kelas. Jika jumlahnya habis di bagi tiga, semua meja turanamen akan mempunyai tiga peserta, tunujuklah tiga siswa pertama dari daftar untuk ,menempati meja 1, berikutnya meja 2, dan seterusnya. Jika ada siswa yang tersisa setelah dibagi tiga, satu atau dua meja turnamen yang pertama akan beranggotakan empat peserta. Misalnya, sebuah kelas dengan 29 siswa mempunyai sembilan meja turnamen, dua diantarannya akan mempunyai empat anggota. Empat siswa pertama dari daftar peringkatakan ditempatkan di meja 1, dan empat berikutnya pada meja 2, dan tiap tiga orang sisanya pada meja-meja yang lain. Penentuan nomor meja ini hanya untuk meja kepada anak-anak, sebutkah meja-meja tersebut sebagai meja biru, merah, hijau dan sebagainya dalam urutan yang acak supaya para siswa tidak akan tahu bagaimana cara penyusun penempatan meja tersebut.<br />
d. Memulai Turnamen<br />
Pada awal periode permainan,umumkanlah penempatan meja turnamen dan mintalah mereka memindahkan serta menyusun meja bersama-sama. Acaklah nomor-nomornya supaya para siswa tidak tahu mana meja atas atau meja bawah dan mintalah salah satu siswa membagikan satu lembar permainan,satu lembar jawaban,satu kotak kartu nomor dan satu lembar skor permainan pada tiap meja.<br />
Untuk memulai permaianan, para siswa menarik kartu untuk menentukan pembaca pertama yaitu yang menarik nomor tertinggi. Permainan berlangsung sesuai waktu dimulai dari pembaca pertama.<br />
Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas. Dia lalu membacakan dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu, ermasuk pilihan jawabannya, jika soalnya pilihan ganda. Pembaca yang tidak yakin akan jawabannya diperbolehkan menebak tanpa dikenai sanksi. Jika konten dalam permainan tersebut melibatkan permasalahan, semua siswa harus mengerjakan permasalahan tersebut supaya mereka siap untuk ditantang. Setelah si pembaca memberikan jawaban, siswa yang ada disebelah kiri atay kanannya punya opsi untuk menantang dan memberikan jawaban yang berbeda dengan peserta pertama. Jika dia ingin melewatinya, atau bila penanantang kedua mempunyai jawaban yang berbeda dengan dua peserta pertama, maka penantang kedua boleh menantang. Akan tetapi, penentang harus hati hati karena mereka harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkan sebelumnya kedalam kotak (jika ada) apabila jawaban yang mereka berikan salah.Apabila semua peserta punya jawaban , di tantang, akan melewati pertanyaan , penantang kedua (atau peserta yang ada di sebelah kanan pembaca) memeriksa jawaban dan membacakan jawaban yan benar dengan keras.Si pemain yang memberikan jawaban yang benar akan menyimpan kartunya.Jika kedua penantang memberikan jawaban yang benar akan menyimpan kartunya .Jika penantang memberikan jawababan yang salah , dia harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkan (jika ada) ke dalam books.<br />
Untuk putaran berikutnya, semuannya begerak satu posisi ke kiri, penantang pertama menjadi pembaca, penantang kedua menjadi penantang pertama, dan si pembaca menjadi penentang kedua. Permainan berlanjut, seperyi yang telah ditentukan oleh guru, sampai periode kelas berakhir atau kotaknya telah kosong.<br />
Aturan Permaianan TGT<br />
Pembaca <br />
• Ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan nomor tersebut pada lembar permaianan<br />
• Bacalah pertanyaannya dengan keras<br />
• Cobalah untuk menjawab<br />
Penantang 1<br />
• Menantang jika dia mau (dan memberika jawaban berbeda) atau boleh melewatinya<br />
Penantang 2<br />
• Boleh menantang jika penantang 1 melewati dan jika dia mau. Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati, penantnag 2 memeriksa lembar jawaban. Siapa pun yang jawabannya benar berhak menyimpan kartunya. Jika si pembaca salah,tidak ada sanksi,tetapi jika kedua penantangnya salah maka dia harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkannya ke dalam kotok,jika ada.<br />
• Untuk putaran berikutnys,semuanya bergerak satu posisi ke kiri: penantang 1 menjadi pembaca,penantang 2 menjadi penantang 1 dan si pembaca menjadi penantang kedua.<br />
e. Menentukam skor tim <br />
Segera setelah turnamen selesai, tentukanlah skor tim dan persiapkan sertifikat tim untuk memberi rekognisi kepada tim peraih skor tertinggi. Untuk melakukan hal ini pertama-tama kita harus memeriksa poin-poin turnamen dari tiap siswa tersebut ke lembar skor permaianan.<br />
f. Merekognisi Tim Berprestasi<br />
Seperti dalam STAD, di sini juga di berikan tiga tingkatan penghargaan, yang didasarkan pada skor rata-rata tim.<br />
Kriteria ( rata – rat tim ) Penghargaan<br />
40 Tim baik<br />
45 Tim sangat baik<br />
50 Tim superAhmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-76913385245412618252011-03-16T22:34:00.001-07:002011-03-16T22:34:51.053-07:00MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI SOSIALSimulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura- pura atau berbuat seolah- olah. Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura- pura. Dengan demikian, simulasi dalam metode pembelajaran dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang bersifat pura- pura atau melalui proses tingkah laku lak imitasi. Atau bermain peran mengenai tingkah laku yang dilakukan seolah- olah dalam keadaan yang sebenarnya. (Ismail SM, 2008:24)<br />
Simulasi merupakan suatu metode pembelajaran praktek interaktif yang melibatkan penciptaan situasi atau ruang belajar dalam suatu program pelatihan.Tujuan dari simulasi adalah untuk memunculkan pengalaman pembelajaran selama mengikuti program pelatihan. Metode ini mirip dengan permainan peran, tetapi dalam simulasi, peserta peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat melakukan kegiatan. Misalnya: sebelum melakukan praktek penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang)<br />
Metode simulasi telah diterapkan dalam pendidikan lebih dari tiga puluh tahun. Pelopornya adalah Sarene Boocock dan Harold Guetzkow. Walaupun model simulasi bukan dari disiplin ilmu pendidikan, tetapi merupakan penerapan dari prinsip sibernetik, suatu cabang dari psikologi sibernetik yaitu suatu study perbandingan antara mekanisme kontrol manusia (biologis) dengan sistem elektro mekanik, seperti komputer. Jadi, berdasarkan teori sibernetika ahli psikologi menganalogikan mekanisme kerja manusia seperti mekanisme mesin elektronik. Menganggap siswa (pembelajar) sebagai suatu sistem yang dapat mengendalikan umpan balik sendiri (self regulated feedback) (Hamzah B Uno,2007:28). Sistem kendali umpan balik ini, baik manusia maupun mesin mempunyai tiga fungsi, yaitu (1) menghasilkan gerakan/ tindakan sistem terhadap target yang diinginkan, (2)membandingkan dampak dari tindakannya tersebut, (3) memanfaatkan kesalahan (error) untuk mengarahkan kembali ke jalur yang seharusnya.<br />
<br />
Prosedur Pembelajaran<br />
Proses simulasi tergantung pada peran guru /fasilitator. Ada empat prinsip yang harus dipegang oleh fasilitator/guru. Pertama adalah penjelasan. Untuk melakukan simulasi, pemain harus benar- benar memahimi aturan mainnya, oleh karena itu sebelum permainan dimulai, guru/ fasilitator harus menjelaskan tentang aturan permainan dalam simulasi. Kedua adalah mengawasi (refeereing). Simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan aturan dan prosedur permainan tertentu. Oleh karena itu, fasilitator harus mengawasi jalannya permainan agar dapat berjalan sesuai dengan ketentuan. Ketiga adalah melatih (Coaching). Dalam simulasi, pemain akan melakukan kesalahan. Oleh karena itu, fasilitator harus memberikan bimbingan, saran dan petunjuk agar pemain tidak mengulangi kesalahan yang sama. Keempat adalah diskusi. Dalam simulasi, refleksi menjadi bagian yang penting. Oleh karena itu, setelah simulasi selesai, fasilitator harus mendiskusikan beberapa hal antara lain: kesulitan- kesulitan, hikmah yang bisa diambil, bagaimana memperbaiki kekurangan simulasi dan sebagainya. (Hamzah B Uno,2007:29)<br />
<br />
Dalam permainan simulasi, yang harus dilakukan oleh guru adalah, (1)Mempersiapkan siswa yang menjadi pemeran simulasi, (2)Menyusun skenario dengan memperkenalkan siswa terhadap aturan, peran, prosedur, pemberi skor (nilai), tujuan permainan dan lain- lain. Guru menunjuk siswa untuk memegang peran- peran tertentu dan menguji cobakan simulasi untuk memastikan bahwa seluruh siswa memahami aturan main simulasi tersebut., (3) Melaksanakan simulasi, siswa berpartisipasi dalam permainan simulasi dan guru melakukan peranannya sebagimana mestinya.( (Hamzah B Uno,2007:30)<br />
<br />
Dalam simulasi, pemain/peserta akan mengalami kesalahan. Oleh karena itu guru/fasilitator harus memberikan saran, petunjuk atau arahan sehingga memungkinkan mereka tidak melakukan kesalahan yang, sama. Dan keempat adalah diskusi.<br />
<br />
Kaitannya dengan kelompok model pembelajaran, simulasi diarahkan pada model pembelajaran sosial. Simulasi sosial adalah simulasi yang dimaksudkan mengajak peserta melalui suatu pengalaman yang berkaitan dengan persoalan-persoalan sosial. Menurut pengalaman sejumlah guru, metode simulasi dalam konteks model pemblajaran sosial sangat efektif digunakan jika guru menghendaki agar siswa menemukan makna diri (jati diri) di dalam dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Jenis model pembelajaran sosial misalnya melalui bermain peran dan atau simulasi. Dalam bermain peran, siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Fungsi model pembelajaran sosial adalah (1) untuk menggali perasaan siswa, (2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai dan persepsi, (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai cara.<br />
<br />
<br />
Aplikasi<br />
<br />
Permainan simulasi dapat merangsang berbagai bentuk belajar, seperti belajar tentang persaingan (kompetisi), kerja sama, empati, sistem sosial, konsep, keterampilan, kemampuan berpikir kritis, pengambilan keputusan dan lain-lain. Namun demikian, model simulasi agak berbeda dengan model-model lain. Model ini agak rumit, tergantung pada pengembangan simulasi yang tepat, baik yang melibatkan peneliti, pengembang, (sistem analis, programer dan lain-lain), perusahaan komersial, guru atau kelompok guru dan lain-lain. Dewasa ini, dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan informasi, seperti komputer dan multimedia, telah banyak permainan simulasi dihasilkan untuk berbagai kebutuhan yang mencakup berbagai topik dari berbagai disiplin ilmu (mata pelajaran)Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-53510073109701499022011-03-16T22:33:00.000-07:002011-03-16T22:33:25.512-07:00JURISPRUDENTIAL TEACHING MODEL (MODEL PEMBELAJARAN YURISPRUDENSI )Model ini dirancang untuk siswa dalam studi sosial dan menyiratkan metode kasus sebuah studi, mengingatkan pendidikan hukum. Studi kasus yang melibatkan masalah sosial di daerah-daerah di mana kebijakan publik harus dilakukan (keadilan dan kesetaraan, kemiskinan dan kekuasaan dll) Mereka dituntun untuk mengidentifikasi kebijakan publik isu-isu serta pilihan yang tersedia untuk berhubungan dengan mereka dan nilai-nilai yang mendasari orang-orang pilihan. Model ini dapat digunakan di daerah manapun di mana ada isu-isu kebijakan publik, karena etika misalnya dalam ilmu pengetahuan, bisnis dan olahraga dan lain-lain<br />
Keterangan dari sumber lain: <br />
Model ini didasarkan pada konsepsi masyarakat di mana orang berbeda pandangan dan prioritas dan nilai-nilai sosial yang sah bertentangan dengan satu lain. Menyelesaikan kompleks, isu-isu kontroversial dalam konteks tatanan sosial yang produktif membutuhkan warga negara yang dapat berbicara satu sama lain dan berhasil bernegosiasi tentang perbedaan mereka.<br />
Daerah Umum Masalah <br />
Ras dan etnis konflik<br />
Keagamaan dan ideologis konflik<br />
Keamanan individu<br />
Konflik antara kelompok-kelompok ekonomi<br />
Kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan<br />
Keamanan bangsa<br />
Lainnya<br />
<br />
<br />
Sintaks Model yurisprudensi<br />
1. Orientasi untuk kasus<br />
2. Mengidentifikasi masalah<br />
3. Mengambil posisi<br />
4. Menjelajahi sikap yang mendasari posisi yang diambil<br />
5. Refining dan kualifikasi posisi<br />
6. Pengujian asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi.<br />
<br />
Reaksi<br />
• Mempertahankan iklim intelektual yang kuat di mana semua pandangan dihormati; menghindari evaluasi langsung pendapat siswa.<br />
• Lihat bahwa isu-isu yang benar-benar dieksplorasi<br />
• Substansi berpikir siswa melalui pertanyaan relevansi, konsistensi, spesifisitas, umum, kejelasan definisi, dan kontinuitas.<br />
<br />
Pengajaran Model yurisprudensi <br />
• Menjaga gaya dialektis; Gunakan dialog konfrontatif, mempertanyakan asumsi siswa dan menggunakan contoh yang spesifik (analogi) untuk lebih berfariasi dengan laporan yang umum.<br />
• Hindari mengambil sikap keras kepala. Konteks untuk mengeksplorasi situasi dari peristiwa sejarah Untuk menjelajahi adanya nilai hukum.<br />
Peran Guru<br />
Peran guru selama latihan ini sangatlah penting. Siswa sebagai peneliti, juga mendiskusikan, dan berdebat, guru harus mendorong siswa untuk melibatkan diri ke satu sisi masalah ini, tapi akan mendukung jika mereka berubah pikiran ketika dihadapkan dengan bukti baru, dan mendorong mereka untuk mempertimbangkan sudut pandang lain. Pada tiap saat, guru harus tetap netral terhadap masalah ini, mendorong diferensiasi posisi, dan mempromosikan sintesis dari posisi yang berbeda yang disajikan di depan kelas.<br />
<br />
Aplikasi Akhir<br />
Tahap akhir dari model ini adalah fase yang paling penting. Dalam fase ini bahwa siswa mengambil apa yang telah dipelajari dan menerapkannya ke lingkungan mereka. Siswa harus mampu melihat nilai dalam ilmu yang telah mereka pelajari dan melihat bahwa dengan pengetahuan ini mereka dapat memiliki dampak yang muncul.<br />
Langkah pertama dari proses ini adalah untuk setiap siswa mengusulkan sebuah rencana aksi secara keseluruhan dengan resolusi. Beberapa cara siswa telah menerapkan apa yang telah mereka pelajari dan menjadi terlibat dalam kegiatan masyarakat meliputi:<br />
• Menulis surat kepada dewan kota, perwakilan negara, negara senator, gubernur, atau walikota.<br />
• Terkemuka atau berpartisipasi dalam kegiatan seperti pembersihan masyarakat, kegiatan daur ulang, atau petition drives.<br />
• Menghadiri pertemuan atau rapat dewan kota lingkungan lokal<br />
<br />
Apa pun tindakan siswa mengambil harus dinilai dalam keterangan laporan rencana aksi mereka.<br />
<br />
Kunci untuk model instruksi adalah bahwa siswa mendapat kesempatan untuk menerapkan keterampilan penyidikan dan strategi tindakan untuk masyarakat dimana mereka tinggal.<br />
<br />
Semoga bermanfaat.....Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-66708114918768226072011-03-15T22:18:00.000-07:002012-05-26T04:55:54.092-07:00MODEL PEMBELAJARAN NHT - KEPALA BERNOMOR STRUKTUR (NUMBERED HEADS TOGETHER)Untuk mengembangkan potensi to live together salah satunya melalui model pembelajaran kooperatif. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa perlu belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep, keterampilan kepada siswa yang membutuhkan atau anggota lain dalam kelompokny<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-9Pr6pX1Nj-E/T8DEt7opaaI/AAAAAAAAALA/RWgDZVnCF84/s1600/66.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="282" width="301" src="http://3.bp.blogspot.com/-9Pr6pX1Nj-E/T8DEt7opaaI/AAAAAAAAALA/RWgDZVnCF84/s320/66.jpg" /></a></div>
a, sehingga belajar kooperatif dapat saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim, 2000:16) tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas dan semua bidang studi menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.<br />
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe NHT (Numbered Heads Together). Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran sebelumnya. Dibentuk kelompok heterogen, setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota memiliki satu nomor, guru mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya. Menurut Muhammad Nur (2005) model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya<br />
tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam dalam diskusi kelompok.<br />
Sebenarnya Model ini adalah model yang mudah cukup mudah, namun banyak orang mengetahui pertama kalinya adalah dengan nama Numbered Heads Togheter, sehingga menimbulkan persepsi awal yang cukup sulit. Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang cukup banyak diterapkan di sekolah-sekolah adalah Numbered Head Together atau disingkat NHT, tidak hanya itu saja, NHT juga banyak sekali digunkan sebagai bahan penelitian tindakan kelas (PTK). Apa dan bagaimana NHT itu? Bagaimana menerapkannya dan apa saja keunggulannya, baca terus artikel berikut.<br />
Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).<br />
Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Lalu seperti apa langkah-langkah dalam menerapkan NHT?, Sintaks NHT dijelaskan sebagai berikut:<br />
1. Penomoran<br />
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.<br />
2. Pengajuan Pertanyaan<br />
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula.<br />
3. Berpikir Bersama<br />
Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.<br />
<br />
4. Pemberian Jawaban<br />
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.<br />
<br />
Dengan melihat sintaksnya saja, Anda pasti dapat mengira-ngira apa saja kelebihan dari model ini,sebagaimana dijelaskan oleh Hill (!993) dalam Tryana (2008) bahwa model NHT memiliki kelebihan diataranya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan.<br />
<br />
Langkah-langkah :<br />
<br />
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap elompok mendapat nomor.<br />
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai<br />
Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.<br />
c. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.<br />
d. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain.<br />
e. Kesimpulan<br />
Singkatnya, NHT merupakan kegiatan belajar kooperatif dengan 4 tahap kegiatan. Pertama, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap anggota kelompok diberi satu nomor 1, 2, 3, dan 4. Kedua, guru menyampaikan pertanyaan. Ketiga, berpikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Keempat, guru menyebut nomor (1, 2, 3, atau 4) dan siswa dengan nomor yang bersangkutan yang harus menjawab (Widdiharto, 2004:18).Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-23893595935674389162011-03-15T21:41:00.000-07:002011-03-15T21:41:12.095-07:00MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURESalah satu model yang saat ini populer dalam pembelajaran adalah MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE model ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Gambar ini sangat cocok untuk pembelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Matematika. Tetapi model ini tepat dapat digunakan dalam mata pelajaran yang lain dengan kemasan dan kreatifitas guru.<br />
Sejak di populerkan sekitar tahun 2002, model pembelajaran mulai menyebar di kalangan guru di Indonesia.<br />
Dengan menggunakan model pembelajaran tertentu maka pembelajaran menjadi menyenangkan. Selama ini hanya guru sebagai actor di depan kelas, dan seolah-olah guru-lah sebagai satu-satunya sumber belajar.<br />
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah sedemikian rupa, dimana setiap orang dapat memperoleh informasi dari seluruh dunia hanya di dalam kamar saja dengan layanan internet, maraknya penerbitan guru dan sumber-sumber lain yang tidak kita duga.<br />
Pembelajaran modern memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif, setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajaran harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.<br />
Model Picture And Picture untuk kalangan SMA memang paling cocok untuk pembelajaran tiga mata pelajaran yang telah disebutkan di atas, sedangkan di tingkat SD dan SMP hampir semua mata pelajaran dapat menggunakan model ini. <br />
Setiap model harus kita persiapkan dengan baik agar proses pembelajaran dapat berlangsung efektif, tanpa persiapan yang matang pembelajaran apapun akan menjadikan siswa menjadi jenuh. Model pun harus berganti-ganti dalam beberapa pertemuan agar PBM/ KBM tidak monoton.<br />
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT dalam menggunakan Power Point atau software yang lain.<br />
Langkah-langkah dalam PICTURE AND PICTURE adalah sebagai berikut:<br />
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai<br />
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.<br />
2. Menyajikan materi sebagai pengantar <br />
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.<br />
3. Guru menunjukkan/ memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi <br />
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Dalam pembelajaran bahasa Inggris atau bahasa Indonesia siswa dapat mencerikan kronologi, jalan cerita atau maksud dari gambar yang ditunjukan. Dalam Pelajaran Matematika dapat digambarkan tentang kubus, segitiga atau lainnya dari sini dapat digambarkan mengenai diagonal, diagonal ruang, tinggi atau luas bidang. <br />
Dalam pelajaran Geografi dapat ditunjukan bagaimana dengan proses terjadinya batuan. Ingatlah bahwa JIKA DAPAT DI VISUALKAN kenapa harus pakai kata-kata. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai guru Anda dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu seperti membuat kopi, menggoreng tempe dan sebagainya.<br />
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.<br />
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.<br />
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi. Jika menyusunan bagaiaman susunananya. Jika melengkapi gambar mana gambar atau bentuknya, panjangnya, tingginya atau sudutnya.<br />
Perlu di ingat uratan dalam pembuatan harus benar sebagai contoh dalam matematikan untuk menggambar diagonal ruang adalah langkah yang harus dilakukan dengan benar sampai ditemukan diagonal ruangnya.<br />
Untuk menceritakan gambar dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia ada urutan-urutan yang harus dilakukan.<br />
5. Guru menanyakan alasan/ dasar pemikiran urutan gambar tersebut <br />
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik. Okelah Kalau Begitu Kata OVJ kannn!!!<br />
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai <br />
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan.<br />
Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapka.<br />
<br />
7. Kesimpulan/rangkuman <br />
Hoo hooo hebat kan, tidak terasa pembelajaran berakhir dengan cepat. Padahal rencanya hanya 2 JP eh kurannggg. Ini rencananya Cuma 1 lembar ehhhh jadi 3 halaman. Majulah terus pendidikan Indonesia.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-59570021702224547862011-03-15T20:39:00.000-07:002011-03-15T20:39:35.563-07:00MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLEModel Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti ; kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan, dan kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya. Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.<br />
Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.<br />
Example Non Example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.<br />
<br />
Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode example and nonexample antara lain:<br />
1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memper- luas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek<br />
2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari example dan non example<br />
3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.<br />
Tennyson dan Pork (1980 hal 59) dalam Slavin 1994 menyarankan bahwa jika guru akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya diperhatikan, yaitu:<br />
1. Urutkan contoh dari yang gampang ke yang sulit.<br />
2. Pilih contoh – contoh yang berbeda satu sama lain.<br />
3. Bandingkan dan bedakan contoh–contoh dan bukan contoh<br />
Menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non-contoh akan membantu siswa untuk membangun makna yang kaya dan lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce and Weil (1986) dalam Buehl (1996) telah memberikan kerangka konsep terkait strategi tindakan, yang menggunakan model inkuiri untuk memperkenalkan konsep yang baru dengan metode Example and Nonexample.<br />
Kerangka konsep tersebut antara lain:<br />
1. Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non-contoh yang menjelas- kan beberapa dari sebagian besar karakter atau atribut dari konsep baru. Menya- jikan itu dalam satu waktu dan meminta siswa untuk memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut. Selama siswa memikirkan tentang tiap examples dan non-examples tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu berbeda.<br />
2. Menyiapkan examples dan non examples tambahan, mengenai konsep yang lebih spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru.<br />
3. Meminta siswa untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan konsep examples dan non-examples mereka. Setelah itu meminta tiap pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya secara klasikal sehingga tiap siswa dapat memberikan umpan balik.<br />
4. Sebagai bagian penutup, adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah didapat dari examples dan non-examples.<br />
Langkah-langkah Model Pembelajaran Example Non Example:<br />
CONTOH DAPAT DARI KASUS/ GAMBAR YANG RELEVAN DENGAN KOMPETENSI DASAR.<br />
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran<br />
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/Proyektor/ hanya berupa slide kertas.<br />
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar<br />
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas<br />
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya<br />
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai<br />
7. KesimpulanAhmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-30394501979439032022011-02-11T19:27:00.000-08:002011-02-11T19:27:16.337-08:00MODEL PEMBELAJARAN PAKEM IISalam sukses guru Indonesia, jika dalam artikel model-model pembelajaran (seri I) kita sudah membahas model-model pembelajaran listening Team dan point conterpoint, nah sekarang kita akan membahas model-model pembelajaran inovatif yang lain yaitu Snowball Drilling dan Make A Match. selamat membaca dan mencoba, saya jamin pasti menarik….<br />
3. Snowball Drilling<br />
Metode drill masih memberikan peran besar bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa hanya menjadi objek pembelajaran. Interaksi yang terjadi hanya antara guru dan siswa, sementara interaksi antara siswa dan siswa diabaikan. Proses interaksi demikian tidak jarang menimbulkan perasaan takut pada diri siswa. Beban psikis bertambah berat jika siswa tidak mampu menjawab pertanyaan dengan benar yang diberikan oleh gurunya.<br />
Interaksi belajar mengajar dengan menggunakan metode drill bersifat mekanis. Proses interaktif itu tidak memberi peluang kepada siswa untuk menemukan sendiri informasi. Informasi adalah pemberian guru. Pengetahuan siswa adalah bentukan guru. Proses belajar mengajar seperti itu tidak menciptakan dinamika siswa dalam belajar. Pembelajaran seperti itulah yang dikatakan Paulo Freire sebagai pembelajaran gaya bank atau banking concept of education. Guru merupakan investor, pengetahuan guru adalah modal investasi, dan siswa adalah rekening koran yang mencatat setiap transaksi investasi yang dilakukan guru.<br />
Metode drill selain berdampak negatif pengembangan aspek sosial dan psikologis seperti disampaikan di atas, metode ini juga tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan nilai-nilai moralitas. Hal itu terlihat dalam aspek penilaian. Penilaian mutlak dilakukan guru, sementara siswa hanya menerima jadi. Nilai yang diterima itu sebagai bentuk “putusan” sebagaimana seorang hakim menjatuhkan vonis kepada terdakwa. Siswa tidak memperoleh kesempatan untuk menilai proses dan hasil kerjanya sendiri. Jika siswa mendapat kesempatan menilai sendiri banyak manfaat yang diperolehnya. Setidaknya, siswa dapat mengembangkan aspek-aspek moralitas. Dengan menilai sendiri siswa dapat mengetahui dan memahami sampai di mana suatu pengetahuan itu dikuasai. Kesempatan menilai sendiri memberi pembelajaran kepada siswa untuk melihat kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan yang ada pada dirinya. Jadi, menilai sendiri adalah belajar untuk jujur.<br />
Metode drill mengakibatkan iklim pembelajaran tidak menyenangkan perlu diperbaiki. Perbaikan tentu ditujukan kepada terciptanya efektivitas metode drill. Metode drill mampu menciptakan kondisi motivasional atau medan psikologis/emosi yang positif, sehingga metode tersebut dapat menarik perhatian siswa belajar, menumbuhkan percaya diri, dan kepuasan dalam diri siswa terhadap hal yang dipelajarinya.<br />
Metode snowball drilling, begitu nama yang diberikan atas metode yang dihasilkan dari modifikasi metode drill. Istilah itu tidak dikenal dalam literatur metode-metode pembelajaran. Selama ini yang tertulis dalam literatur metode pembelajaran adalah snow balling. Metode snowball dipergunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari diskusi siswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok kecil kemudian dilanjutkan ke kelompok besar sehingga akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara berkelompok. Metode itu akan berjalan dengan baik jika materi yang dipelajari menuntut pemikiran yang mendalam atau menuntut siswa berpikir analisis bahkan sintesis.<br />
Berbeda dengan metode snowball, metode snowball drilling tidak dipakai dalam konteks diskusi, melainkan pemberian informasi sebanyak-banyaknya melalui latihan soal-soal. Snowball drilling bukan untuk pembelajaran berbasis masalah melainkan materi-materi yang bersifat faktual. Perbedaan lainnya, istilah snowball tidak menggambarkan proses diskusi dari kelompok kecil menuju kelompok besar, melainkan kecepatan suatu kelompok menyelesaikan paket soal dengan benar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya pada suatu putaran. Semakin cepat paket soal itu dijawab dengan benar pada suatu putaran, semakin besar kesempatan kelas tersebut mendapat paket soal berikutnya.<br />
Metode snowball drilling pada dasarnya sama dengan metode drill. Persamaan itu terletak pada pijakan konstruksi teori yang digunakan yaitu keduanya berdasarkan pada behaviorisme. Perbedaan antara metode drill dan snowball drilling terletak pada pola interaksinya. Metode drill memposisikan guru sebagai subyek dan siswa sebagai objek, sehingga interaksi yang terjadi hanya antara guru dan siswa. Dalam metode snowball drilling posisi guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai subyek, sehingga pola interaksi yang terjadi adalah antara guru dan siswa, serta siswa dengan siswa. Perbedaan lain antara kedua metode adalah aspek teknis perolehan informasi. Informasi yang diperoleh siswa dalam proses interaktif dengan menggunakan metode drill diperoleh melalui pemberian guru, sementara informasi yang didapat siswa dalam proses interaktif dengan menggunakan metode snowball drilling diperoleh siswa melalui pendekatan trial and error.<br />
Dalam penerapan metode snowball drilling, peran guru adalah mempersiapkan paket soal-soal dan lembar skoring penilaian yang dibagikan kepada siswa serta menggelindingkan bola salju berupa soal latihan dengan cara menunjuk/mengundi untuk mendapatkan seorang siswa yang akan menjawab soal nomor 1. Jika siswa yang mendapat giliran pertama menjawab soal nomor tersebut langsung menjawab benar maka siswa itu diberi kesempatan menunjuk salah satu temannya menjawab soal nomor berikutnya yaitu soal nomor 2. Seandainya, siswa yang pertama mendapat kesempatan menjawab soal nomor 1 gagal maka siswa itu diharuskan menjawab soal berikutnya dan seterusnya hingga siswa tersebut berhasil menjawab benar item soal pada suatu nomor soal tertentu.<br />
Jika mencermati mekanisme metode snowball drilling terlihat bahwa metode itu menuntut perhatian tinggi dari siswa. Seorang siswa pada suatu giliran menjawab soal-soal yang belum terjawab benar pada putaran sebelumnya dapat membuat kesalahan yang sama seperti yang dilakukan temannya pada putaran sebelumnya. Kesalahan tidak akan terulang jika siswa itu memperhatikan teman-temannya yang menjawab soal pada putaran sebelumnya. Proses interaksi pembelajaran seperti itu mempunyai implikasi sosial. Metode snowball drilling secara sosial berimplikasi pada tumbuhnya sikap kooperatif.<br />
4. Make A Match<br />
Langkah-langkah :<br />
1. Bagilah siswa menjadi 3 kelompok yaitu kelompok pemegang kartu jawaban, kelompok pemegang kartu pertanyaan, dan kelompok penilai.<br />
2. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban<br />
3. Setiap mendapat satu buah kartu<br />
4. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang<br />
5. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)<br />
6. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin<br />
7. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya<br />
8. Dalam waktu yang sudah ditentukan dan siswa telah mendapat pasangan, maka akrtu pertanyaan dan jawaban ditunjukkan kepada kelompok penilai. Kelompok penilai akan memberikan penilaian. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang terjadi pada kelompok penilai karena kelompok penilai juga belum tahu jawaban yang pasti bisa jadi kelompok penilai menilai salah pada pasangan yang telah matching antara jawaban dan pertanyaan, dan sebaliknya.<br />
9. Guru memberi ulasan atas pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan mealui metode make a match.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-49969859928367228382011-02-11T19:26:00.000-08:002011-02-11T19:26:07.663-08:00MODEL PEMBELAJARAN PAKEM IDiantara model pembelajaran PAKEM antara lain :<br />
1. Listening Team<br />
2. Point Conterpoint<br />
Bagaimana 2 model pembelajaran PAKEM ini dijalankan, selamat membaca<br />
1. Listening Team<br />
Langkah-langkah metode tim pendengar:<br />
1. Bagilah peserta didik menjadi 4 team dan berilah team-team ini dengan tugas-tugas sebagai berikut:<br />
Team Peran Tugas<br />
A Penanya Merumuskan pertanyaan<br />
B Pendukung Menjawab pertanyaan yang didasarkan pada poin-poin yang disepakati (membantu dan menjelaskannya, mengapa demikian<br />
C Penentang Mengutarakan poin-poin yang tidak disetujui atau tidak bermanfaat dan menjelaskan mengapa demikian<br />
D Penarik Kesimpulan Menyimpulkan hasil<br />
b. Penyaji memaparkan laporan hasil penelitiannya, setelah selesai beri waktu kepada tiap kelompok untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan perannya masing-masing.<br />
2. Point-Counterpoint<br />
Langkah-langkah metode pembelajaran point-counterpoint adalah:<br />
1. Pilihlah isu-isu yang mempunyai beberapa perspektif<br />
2. Bagilah siswa ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah perspektif yang telah ditentukan.<br />
3. Minta masing-masing kelompok menyiapkan argumen-argumen sesuai dengan pandangan kelompok yang diwakili. Dalam aktivitas ini, pisahlah tempat duduk masing-masing kelompok.<br />
4. Kumpulkan kembali semua siswa dengan catatan, siswa duduk berdekatan dengan teman-teman satu kelompok.<br />
5. Mulai debat dengan mempersilakan kelompok mana saja yang akan memulai.<br />
6. Setelah salah seorang siswa menyampakan satu argumen sesuai dengan pandangan kelompoknya, mintalah tanggapan, bantahan atau koreksi dari kelompok lain perihal issu yang sama.<br />
7. Lanjutkan proses ini sampai waktu yang memungkinkan.<br />
8. Rangkum debat yang baru saja dilaksanakan dengan menggarisbawahi atau mungkin mencari titik temu dari argumen-argumen yang muncul.<br />
Selamat mencoba ya…Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-54358547074779865212011-01-25T21:31:00.000-08:002012-05-26T05:05:23.282-07:00COOPERATIVE LEARNING-TEKNIK JIGSAWPendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.<br />
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran. <br />
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru. <br />
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.<br />
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.<br />
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.<br />
Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong. <br />
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran”.<br />
<br />
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK JIGSAW <br />
<br />
A. Pembelajaran Cooperative Learning<br />
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.<br />
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.<br />
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.<br />
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.<br />
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.<br />
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :<br />
1. Saling ketergantungan positif.<br />
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.<br />
2. Tanggung jawab perseorangan.<br />
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.<br />
3. Tatap muka.<br />
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.<br />
4. Komunikasi antar anggota.<br />
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.<br />
5. Evaluasi proses kelompok.<br />
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.<br />
B. Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning<br />
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).<br />
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:<br />
1. Hasil belajar akademik<br />
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.<br />
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu<br />
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.<br />
3. Pengembangan keterampilan sosial<br />
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.<br />
C. Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw<br />
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).<br />
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. <br />
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.<br />
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).<br />
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).<br />
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).<br />
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.<br />
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.<br />
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :<br />
• Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.<br />
• Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.<br />
• Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.<br />
• Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.<br />
• Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.<br />
• Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.<br />
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :<br />
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.<br />
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.<br />
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.<br />
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.<br />
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.<br />
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :<br />
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.<br />
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.<br />
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.<br />
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.<br />
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.<br />
<br />Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-58508414362878643072011-01-25T21:29:00.000-08:002011-01-25T21:29:13.926-08:00EVALUASI PROGRAM PEMBELAJRAN DI SEKOLAH DASARBagi seorang guru, istilah evaluasi baik merupakan evaluasi proses dan hasil belajar maupun evaluasi program, bukanlah suatu yang asing. Evaluasi proses dan hasil belajar dilakukan guru sebagai bagian dari tugas mengajarnya. Bahkan secara khusus, seorang guru, termasuk guru SD dipersyaratkan menguasai kompetensi menilai proses dan hasil belajar siswa, serta menindaklajuti hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran. Dalam kompetensi tersebut tersirat bahwa guru seyogyanya juga mampu melakukan evaluasi program pembelajaran, meskipun secara eksplisit guru tidak menyadari bahwa ia melakukan evaluasi program pembelajaran tersebut.<br />
Kegiatan belajar ini akan mengajak kita untuk mengkaji hakikat dan potret evaluasi program pembelajaran di SD. Hakikat evaluasi program pembelajaran akan mencangkup pengertian, tujuan dan manfaat melakukan evaluasi program pembelajaran, serta bagaimana cara melakukan evaluasi program pembelajaran. Sementara itu, potret evaluasi program pembelajan di SD akan mencangkup bergbagai potret kondisi nyata evaluasi program pembelajaran di SD.<br />
Pada dasarnya, evaluasi program adalah pendekatan formal yang digunakan untuk menilai kebijakan, pekerjaan atau suatu program tertentu. Misalnya, kebijakan pemerintah mengganti bahan bakar minyak dengan gas, kebijakan yang melahirkanprogram asuransi kesehatan untuk rakyat miskin, atau program wajib belajar. Contoh-contoh tersebut adalah program yang cukup besar, sedangkan program yang sederhana memerlukan evaluasi program meskipun dalam bentuk yang lebih sederhana. Sebagai satu pendekatan formal yang sistematis, evaluasi program sering disebut sebagai menelitian evaluasi, yaitu penelitian yang hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan, misalnya untuk merancang perbaikan, melanjutkan program, ataukah menghentikan program.<br />
Sebagaimana sudah diuraikan diatas, evaluasi program banyak digunakan dalam berbagai sektortermasuk dalam bidang pendidikan. Jika pemerintah melancarkan satu program, misalnya program pemberantasan buta aksara, tentu dalan jangka wwaktu tertentu perlu dilihat bagaimana dampak program tersebut terhadap jumlah buta aksara di daerah berlangsungnya program. Jenis dan proses penilaian yang dilakukan tergantung dari pendekatan atau model yang diterapkan. Salah stu model yang cukup baik adalah model CIPP, yang merupakan singkatan dari context, input, process dan product. Context terkait dengan lingkungan tempat program beroperasi, seperti karakteristik masyarakat tempat berlangsungnya program pemberantasan buta aksara (PBA), input terkait dengan masukan yang akan berperan dalam proses PBA, seperti peserta PBA, tutor, kurikulum, fasilitas, process disini dimaksudkan pelaksanaan program dan product adaah produk yang dihasilkan oleh program, dalam contoh ini jumlah peserta yang berhasil menjadi melek aksara. Dengan demikian, informasi harus dikumpulkan dari berbagai komponen program, sesuai dengan model yang diterapkan. <br />
Salah satu program pendidikan yang juga sangat perlu dinilai adalah program pembelajaran. Jika kita berbicara tentang evaluasi program pembelajaran, maka yang dievaluasi adalah berbagai komponen program pembelajaran. Jika model CIPP diterapkan pada evaluasi program pembelajaran, maka yang menjadi sasaran penilaian adalah seluruh aspek program pembelajaran, mulai dari lingkungan pembelajaran sebagai context, kurikulim, silabus, perencanaan pembelajaran, buku-buku, fasilitas/ atau alat peraga, guru, siswa sebagai input, pelaksanaan pembelajaran sebagai process, dan hasih belajar siswa sebagai product. Dalam evaluasi program pembelajaran, context yang dinilai adalah lingkungan belajar yang mencangkup suasana sekitar ruang pembelajaran, seperti kenyamanan atau sikap masyarakat sekitar terhadap pembelajaran. Sedangkan sebagai input yang dinilai adalah rencana pembelajaran yang dibuat guru, buku pelajaran dan sumber lain beserta media yang digunakan, kemampuan dan motivasi siswa, serta kemampuan guru. Selanjutnya, proses pembelajaran, penilaian, penilaian proses dan hasil belajar siswa serta tindak lanjutnya, juga harus ditelaah secara cermat, jika benar-benar evaluasi program pembelajaran yang lengkap dan komprehensif hendak dilakukan.<br />
Setelah membahas tentang apa itu evaluasi program dan evaluasi program pembelajaran, tiba saatnya kita mengkaji mengapa evaluasi program pembelajaran itu dilakukan. Coba kita pikirkan, mengapa kita perlu melakukan evaluasi program pembelajaran. Jawabannya tentu sangat bervariasi. Misalnya, untuk mengetahui apakah cara mengajar guru memudahkan siswa belajar, apakah alat peraga yang digunakan membantu pemahaman siswa, bagaimana hasil belajar siswa, yang semua itu mengarah kepada kelemahan dan kekuatan progam pembelajaran tersebut. Apakah hanya berhenti sampai disitu? Tentu tidak. Hasil evaluasi program haruslah ditindaklanjuti, sehingga kelemahan yang ditemukan dapat diperbaiki dan kekutan yang diidentifikasi dapat dipertahankan dan ditingkatkan.<br />
Bagaimana kalau evaluasi program pembelajaran tidak pernah dilakukan? Apa yang akan terjadi? Kita pasti dapat merinci kerugiannya. Pertama, guru dan sekolah tidak pernah tahu kualitas program pembelajaran yang ditawarkannya kepada masyarakat. Jika kualitas program tersebut rendah atau jelek, tidak pernah ada upayaperbaikan dilakukan. Jika pun ada upaya untuk meningkatkan kualitas program pembelajaran, upaya tersebut hanya berlangsung secara insidental, tidak secara sistematis. Kedua, budaya untuk melakukan perbaikan secara sistematis tidak pernah terjadi karena tidak pernah tersedia informasi yang dapat dijadikan dasar untuk perbaikan. Ketiga, para guru tidak tertantang untuk mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan, mereka hanya bekerja secara rutinitas, satu hal yang sangat bertentangan dengan profesionalitas jabatan guru. Keempat, para siswa akan belajar secara rutin karena tidak pernah ada upaya perbaikan sistematis yang dilakukan. Siswa mungkin tidak akan menganggap pembelajaran sebagai sesuatu yang menantang karea selalu berlangsung dengan cara yang sama. Kita barangkali dapat menambah daftar kerugian yang akan terjadi jika evaluasi program evaluasi pembelajran tidak pernah dilakukan. <br />
Setelah mengkaji berbagai kerugian yang ditimbulkan oleh absennya evaluasi program pemelajaran di sekolah, kita tentu dapat memikirkan apa tujuan dan manfaat evaluasi program tersebut. Coba cocokkan buah pikiran kita dengan uraian berikut.<br />
Di atas sudah dibayangkan bahwa secara umum tujuan evaluasi program pembelajaran adalah untuk mengetahui kualitas program pembelajaran, termasuk untuk mengkaji kekuatan dan kelemahannya. Secara lebih khusus, tujuan evaluasi program pembelajaran antara lain adalah untuk mengetahui apakah :<br />
1. Lingkungan sekolah menunjang terjadinya pembelajaran<br />
2. Rencana pembelajaran yang dibuat guru dapat dilaksanakan.<br />
3. Siswa terlibat secara aktif dalam pembelajara.<br />
4. Guru menunjukkan semangat dalam pembelajaran.<br />
5. Penilaian proses pembelajaran dilakukan secara sistematis.<br />
6. Hasil belajar siswa memenuhi harapan guru.<br />
Tentu masih banyak tujuan khusus yang dapat dirumuskan ketika guru akan melakukan evaluasi program pembelajaran. Coba kita rinci tujuan khusus lain yang berbeda dari yang dicantumkan di atas jika akan melakukan evaluasi program pembelajaran.<br />
Sejalan dengan tujuan evaluasi program yang telah dikaji di atas, kita tentu dapat menemukan manfaat evaluasi program pembelajaran bagi siswa, guru, sekolahan dan masyarakat. <br />
Sebenarnya siapa yang melakukan evaluasi program pembelajaran tersebut dan kapan seyogyanya evaluasi tersebut dilakukan? Secara formal, semestinya evaluasi program dilakukan oleh orang luar yang kompeten, agar penilaian tersebut menjadi lebih objektif. Misalnya, evaluasi program Managing Basic Education (MBE), yang dilakukan oleh sat tim evaluasi untuk menilai pelaksanaan dan dampak MBE, yang hasilya akan digunakan untuk membuat rekomendasi bagi kegiatan USAID ke depan. Namun apakah evaluasi program pembelajaran juga harus dilakukan oleh orang luar? Coba kita pikirkan sejenak, sebelum membaca uraian berikut.<br />
Hasil evaluasi program yang dilakukan melalui pendekatan penelitian formal biasanya baru diketahui setela beberapa lama, sehingga perbaikan yang didasarkan pada hasil tersebut tidak dapat dilakukan segera. Penyelenggara program pembelajaran adalah guru, yang setiap saat memerlukan informasi tentang pembelajaran yang dikelolanya. Di lingkungan SD, mungkin istilah evaluasi program pembelajaran belum terlalu populer. Namun, istilah penelitian tindakan kelas (PTK) yang memungkinkan guru menjadi peneliti dan sekaligus pengajar sudah sangat dikenal oleh para guru SD. Guru yang sekaligus berperan sebagai peneliti dapat melaksanakan studi sendiri untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya, sebagaimana diungkapkan oleh Cresswell dalam bukunya Santrock. Hal ini merupakan perkembangan penting dari PTK, dan dipercaya oleh pakar pendidikan akan meningkatkan peran guru dalam memperbaiki daya bagi sekolahan untuk meningkatkan diri.<br />
Pada dasarnya evaluasi program di tingkat kelas dapat dilakukan oleh guru sendiri, yang tentu saja dapat berkolaborasi dengan teman sejawat, bahkan dengan dosen lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Hasilnya akan langsung dimanfaatkan oleh guru untuk melakukan perbaikan secara bekelanjutan. Sehubungan dengan itu, proses evaluasi program yang dilakukan oleh guru dapat terjadi secara teratur setiap akhir pelajaran.<br />
Di tingkat sekolah, evaluasi program pembelajran secara keseluruhan dapat dilakukan secara periodik. Misalnya, setiap akhir semester. Untuk tujuan tersebut, sekolah dapat membentuk tim penilai yang juga melibatkan Komite Sekolah. Hasil evaluasi program yang dilakukan oleh sekolah ini dimanfaatkan untuk perbaikan dalam berbagai bidang, termasuk dalam pembelajaran. <br />
Evaluasi program yang dilakukan guru harus diawali dengan keinginan untuk mengkaji ulang apa yang terjadi selama pembelajaran. Guru mengingat berbagai peristiwa yang terjadi, mempertanyakan mengapa itu terjadi, dan apa dampak peristiwa itu bagi kelas. Inilah yang disebut sebagai refleksi. Kemampuan dan kejujuran dalam melakukan refleksi sebenarnya dapat dikatakan merupakan kunci dari guru mengenal kualitas kinerjanya sendiri. Dengan demikian, pembelajaran yang dikelolanyan menjadi suatu yang dinamis, yang selalu diperbaiki berdasarkan informasi yang akurat yang diperoleh guru melalui kemampuan melakukan refleksi tersebut. Kesedian untuk menjawab pertanyaan sendiri secara jujur, mempertanyakan jawaban, dan mempertanyakan pertanyaan merupakan kepedulian dari orang-orang yang terdidik. Inilah yang disebut oleh Houston sebagai reflective inquiry. Itulah secara sederhana cara melakukan evaluasi program pembelajran, yang dapat dilakukan oleh guru setiap hari. Sedangkan evaluasi program pembelajaran di satu SD yang dilakukan oleh satu tim setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran, tentu harus dimulai dengan perencanaan yang matang, yang mencangkup tujuan evaluasi, desaign evaluasi, khususnya bagaimana informasi akan dikumpulkan, diolah dan sebagainya.Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-57924355449903054692010-11-30T05:44:00.000-08:002010-11-30T05:44:20.074-08:00Pembelajaran Kontekstual<div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>A. Latar </strong><strong>belakang</strong></div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><img alt="pembelajaran kontekstual" border="0" class="alignnone
size-medium wp-image-2591" height="100" src="http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/02/belajar.jpg?w=84&h=100" style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt;" width="84" />Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang<span id="more-623"></span></div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Pendekatan kontektual (<em>Contextual Teaching and Learning /CTL</em>) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil</div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual <strong> </strong></div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>B. Pemikiran </strong><strong>tentang belajar</strong></div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.</div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>1. Proses belajar</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.</li>
<li>Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.</li>
<li>Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.</li>
<li>Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.</li>
<li>Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.</li>
<li>Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.</li>
<li>Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>2. Transfer Belajar</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.</li>
<li>Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)</li>
<li>Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>3. Siswa sebagai Pembelajar</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.</li>
<li>Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.</li>
<li>Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.</li>
<li>Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>4. Pentingnya Lingkungan Belajar</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.</li>
<li>Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.</li>
<li>Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.</li>
<li>Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual</strong></div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Pembelajarn kontekstual (<em>Contextual Teaching and learning</em>) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (<em>Constructivism</em>), bertanya (<em>Questioning</em>), menemukan ( <em>Inquiri</em>), masyarakat belajar (<em>Learning Community</em>), pemodelan (<em>Modeling</em>), dan penilaian sebenarnya (<em>Authentic</em> <em>Assessment</em>)</div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual</strong></div><ol style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.</li>
<li>Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat</li>
</ol><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional</strong></div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>Kontekstual</strong></div><ol style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Menyandarkan pada pemahaman makna.</li>
<li>Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.</li>
<li>Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.</li>
<li>Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.</li>
<li>Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.</li>
<li>Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.</li>
<li>Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).</li>
<li>Perilaku dibangun atas kesadaran diri.</li>
<li>Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.</li>
<li>Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.</li>
<li>Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.</li>
<li>Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.</li>
<li>Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.</li>
<li>Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.</li>
</ol><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>Tradisional</strong></div><ol style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Menyandarkan pada hapalan</li>
<li>Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.</li>
<li>Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.</li>
<li>Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.</li>
<li>Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.</li>
<li>Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.</li>
<li>Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).</li>
<li>Perilaku dibangun atas kebiasaan.</li>
<li>Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.</li>
<li>Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.</li>
<li>Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.</li>
<li>Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.</li>
<li>Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.</li>
<li>Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.</li>
</ol><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>F. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas</strong></div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.</div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya</div><ol style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik</li>
<li>kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.</li>
<li>Ciptakan masyarakat belajar.</li>
<li>Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran</li>
<li>Lakukan refleksi di akhir pertemuan</li>
<li>Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara</li>
</ol><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual</strong></div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>1. Konstruktivisme</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.</li>
<li>Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan <strong> </strong></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>2. Inquiry</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.</li>
<li>Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>3. Questioning (Bertanya)</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.</li>
<li>Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>4. Learning Community (Masyarakat Belajar)</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.</li>
<li>Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.</li>
<li>Tukar pengalaman.</li>
<li>Berbagi ide</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>5. </strong><strong>Modeling (Pemodelan)</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.</li>
<li>Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>6. Reflection ( Refleksi)</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.</li>
<li>Mencatat apa yang telah dipelajari.</li>
<li>Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.</li>
<li>Penilaian produk (kinerja).</li>
<li>Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual</strong></div><ul style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Kerjasama</li>
<li>Saling menunjang</li>
<li>Menyenangkan, tidak membosankan</li>
<li>Belajar dengan bergairah</li>
<li>Pembelajaran terintegrasi</li>
<li>Menggunakan berbagai sumber</li>
<li>Siswa aktif</li>
<li><em>Sharing</em> dengan teman</li>
<li>Siswa kritis guru kreatif</li>
<li>Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain</li>
<li>Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain</li>
</ul><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;"><strong>I. Menyusun Rencana </strong><strong>Pembelajaran Berbasis Kontekstual</strong></div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.</div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.</div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.</div><div class="MsoNormal" style="color: #cc0000; text-align: justify;">Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.</div><ol style="color: #cc0000; text-align: justify;"><li>Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.</li>
<li>Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.</li>
<li>Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu</li>
<li>Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa</li>
<li>Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.</li>
</ol>Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3669714378021098281.post-28317542135197115592010-11-28T02:24:00.000-08:002010-11-28T02:24:41.721-08:00Bagaimana Menjadi Guru yang Baik???<div align="justify" style="color: #e06666;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Tidak mudah menjadi guru yang baik, dikagumi dan dihormati oleh anak didik, masyarakat sekitar dan rekan seprofesi. </span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Ada</span><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan sebagai guru yang baik dan berhasil.</span></div><div align="justify" style="color: #e06666;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span><strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Pertama. </span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika berbicara di muka kelasa tidak membuka catatan atau buku pegangan sama sekali. Berbicaralah yang jelas dan lancar sehingga terkesan di hati siswa bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari materi yang disampaikan.</span></div><div align="justify" style="color: #e06666;"><strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kedua.</span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar, memiliki tingkat kepandaian yang berbeda-beda. </span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Ada</span><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat lambat bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita memiliki kesadaran ini, maka sudah bisa dipastikan kita akan memiliki kesabaran yang tinggi untuk menampung pertanyaan-pertanyaan dari anak didik kita. Carilah cara sederhana untuk menjelaskan pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah dengan contoh-contoh sederhana yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari walaupun mungkin contoh-contoh itu agak konyol.</span></div><div style="color: #e06666;"><span id="more-130"></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Ketiga.</span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Berusahalah selalu ceria di muka kelas. Jangan membawa persoalan-persoalan yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas sewaktu kita mulai dan sedang mengajar.</span></span></div><div style="color: #e06666;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span><strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Keempat.</span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan mudah tersinggung karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah remaja yang masih sangat labil emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari daerah dan budaya yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan kita, apalagi mungkin pendidikan di rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan kebiasaan kita. Marah di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, siswa menjadi tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran yang kita berikan.</span></span></div><div style="color: #e06666;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span><strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kelima.</span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. Jangan memarahi siswa yang yang terlalu sering bertanya. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa dengan baik. Jika suatu saat ada pertanyaan dari siswa yang tidak siap dijawab, <strong>berlakulah jujur. </strong>Berjanjilah untuk dapat menjawabnya dengan benar pada kesempatan lain sementara kita berusaha mencari jawaban tersebut. Janganlah merasa malu karena hal ini. Ingat sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan. Tapi usahakan hal seperti ini jangan terlalu sering terjadi. Untuk menghindari kejadian seperti ini, berusahalah untuk banyak membaca dan belajar lagi. <strong>Jangan bosan belajar.</strong> Janganlah menutupi kelemahan kita dengan cara marah-marah bila ada anak yang bertanya sehingga menjadikan anak tidak berani bertanya lagi. Jika siswa sudah tidak beranibertanya, jangan harap pendidikan/pengajaran kita akan berhasil.</span></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> </span><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span><strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Keenam.</span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Memiliki <strong>rasa malu dan rasa takut.</strong> Untuk menjadi guru yang baik, maka seorang guru harus memiliki sifat ini. Dalam hal ini yang dimaksud rasa malu adalah <strong>malu untuk melakukan perbuatan salah</strong>, sementara rasa takut adalah <strong>takut dari akibat perbuatan salah yang kita lakukan.</strong> Dengan memiliki kedua sifat ini maka setiap perbuatan yang akan kita lakukan akan lebih mudah kita kendalikan dan dipertimbangkan kembali apakah akan terus dilakukan atau tidak.</span></span></div><div style="color: #e06666;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span><strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Ketujuh.</span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"> Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri ini banyak semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi kenyataannya negeri ini belum mampu/mau menyejahterakan kehidupan guru. Kita harus bisa menerima kenyataan ini, jangan membandingkan penghasilan dari jerih payah kita dengan penghasilan orang lain/pegawai dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana dan jika masih belum mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang tidak merigikan orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan gunjingan orang lain, ingatlah pepatah “anjing menggonggong bajaj berlalu.”</span></div><div style="color: #e06666;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span><strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kedelapan. </span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Tidak sombong.Tidak menyombongkan diri di hadapan murid/jangan membanggakan diri sendiri, baik ketika sedang mengajar ataupun berada di lingkungan lain. Jangan mencemoohkan siswa yang tidak pandai di kelas dan jangan mempermalukan siswa (yang salah sekalipun) di muka orang banyak. Namun pangillah siswa yang bersalah dan bicaralah dengan baik-baik, tidak berbicara dan berlaku kasar pada siswa.</span></div><div style="color: #e06666;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;"></span><strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kesembilan. </span></strong><span style="font-family: Verdana; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Berlakulah adil. Berusahalah berlaku adil dalam memberi penilaian kepada siswa. Jangan membeda-bedakan siswa yang pandai/mampu dan siswa yang kurang pandai/kurang mampu Serta tidak memuji secara berlebihan terhadap siswa yang pandai di hadapan siswa yang kurang pandai.</span></div>Ahmad Nurhidayathttp://www.blogger.com/profile/10498430982489843494noreply@blogger.com0