Selasa, 30 November 2010

Pembelajaran Kontekstual

A. Latar belakang
pembelajaran kontekstualAda kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual
B. Pemikiran tentang belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
1. Proses belajar
  • Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.
  • Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
  • Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
  • Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
  • Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
  • Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
  • Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
  • Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
  • Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
  • Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
  • Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
  • Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
  • Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
  • Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
  • Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
  • Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
  • Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
  • Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
  1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
  2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
Kontekstual
  1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
  2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
  3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
  4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
  5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
  6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
  7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
  8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
  9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
  10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
  11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
  12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
  13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
  14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Tradisional
  1. Menyandarkan pada hapalan
  2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
  3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
  4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
  5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
  6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
  7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
  8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
  9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
  10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
  11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
  12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
  13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
  14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
F. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
  1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
  2. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  3. Ciptakan masyarakat belajar.
  4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
  5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
  6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
1. Konstruktivisme
  • Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
  • Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry
  • Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
  • Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (Bertanya)
  • Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
  • Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
  • Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
  • Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
  • Tukar pengalaman.
  • Berbagi ide
5. Modeling (Pemodelan)
  • Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
  • Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection ( Refleksi)
  • Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
  • Mencatat apa yang telah dipelajari.
  • Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
  • Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
  • Penilaian produk (kinerja).
  • Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
  • Kerjasama
  • Saling menunjang
  • Menyenangkan, tidak membosankan
  • Belajar dengan bergairah
  • Pembelajaran terintegrasi
  • Menggunakan berbagai sumber
  • Siswa aktif
  • Sharing dengan teman
  • Siswa kritis guru kreatif
  • Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
  • Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
I. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
  1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
  2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
  3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
  4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
  5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

Minggu, 28 November 2010

Bagaimana Menjadi Guru yang Baik???

Tidak mudah menjadi guru yang baik, dikagumi dan dihormati oleh anak didik, masyarakat sekitar dan rekan seprofesi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan sebagai guru yang baik dan berhasil.
Pertama. Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika berbicara di muka kelasa tidak membuka catatan atau buku pegangan sama sekali. Berbicaralah yang jelas dan lancar sehingga terkesan di hati siswa bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari materi yang disampaikan.
Kedua. Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar, memiliki tingkat kepandaian yang berbeda-beda.
Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat lambat bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita memiliki kesadaran ini, maka sudah bisa dipastikan kita akan memiliki kesabaran yang tinggi untuk menampung pertanyaan-pertanyaan dari anak didik kita. Carilah cara sederhana untuk menjelaskan pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah dengan contoh-contoh sederhana yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari walaupun mungkin contoh-contoh itu agak konyol.

Ketiga. Berusahalah selalu ceria di muka kelas. Jangan membawa persoalan-persoalan yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas sewaktu kita mulai dan sedang mengajar.
Keempat. Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan mudah tersinggung karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah remaja yang masih sangat labil emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari daerah dan budaya yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan kita, apalagi mungkin pendidikan di rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan kebiasaan kita. Marah di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, siswa menjadi tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran yang kita berikan.
Kelima. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. Jangan memarahi siswa yang yang terlalu sering bertanya. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa dengan baik. Jika suatu saat ada pertanyaan dari siswa yang tidak siap dijawab, berlakulah jujur. Berjanjilah untuk dapat menjawabnya dengan benar pada kesempatan lain sementara kita berusaha mencari jawaban tersebut. Janganlah merasa malu karena hal ini. Ingat sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan. Tapi usahakan hal seperti ini jangan terlalu sering terjadi. Untuk menghindari kejadian seperti ini, berusahalah untuk banyak membaca dan belajar lagi. Jangan bosan belajar. Janganlah menutupi kelemahan kita dengan cara marah-marah bila ada anak yang bertanya sehingga menjadikan anak tidak berani bertanya lagi. Jika siswa sudah tidak beranibertanya, jangan harap pendidikan/pengajaran kita akan berhasil. Keenam. Memiliki rasa malu dan rasa takut. Untuk menjadi guru yang baik, maka seorang guru harus memiliki sifat ini. Dalam hal ini yang dimaksud rasa malu adalah malu untuk melakukan perbuatan salah, sementara rasa takut adalah takut dari akibat perbuatan salah yang kita lakukan. Dengan memiliki kedua sifat ini maka setiap perbuatan yang akan kita lakukan akan lebih mudah kita kendalikan dan dipertimbangkan kembali apakah akan terus dilakukan atau tidak.
Ketujuh. Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri ini banyak semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi kenyataannya negeri ini belum mampu/mau menyejahterakan kehidupan guru. Kita harus bisa menerima kenyataan ini, jangan membandingkan penghasilan dari jerih payah kita dengan penghasilan orang lain/pegawai dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana dan jika masih belum mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang tidak merigikan orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan gunjingan orang lain, ingatlah pepatah “anjing menggonggong bajaj berlalu.”
Kedelapan. Tidak sombong.Tidak menyombongkan diri di hadapan murid/jangan membanggakan diri sendiri, baik ketika sedang mengajar ataupun berada di lingkungan lain. Jangan mencemoohkan siswa yang tidak pandai di kelas dan jangan mempermalukan siswa (yang salah sekalipun) di muka orang banyak. Namun pangillah siswa yang bersalah dan bicaralah dengan baik-baik, tidak berbicara dan berlaku kasar pada siswa.
Kesembilan. Berlakulah adil. Berusahalah berlaku adil dalam memberi penilaian kepada siswa. Jangan membeda-bedakan siswa yang pandai/mampu dan siswa yang kurang pandai/kurang mampu Serta tidak memuji secara berlebihan terhadap siswa yang pandai di hadapan siswa yang kurang pandai.

Kamis, 04 November 2010

Transfer of Knowledge



Kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan secara tersistem dan terprogram di dalam kelas oleh guru sebenarnya dapat saja kita ketahui tingkat keberhasilannya dari proses komunikasi yang terjalin. Bahwa, proses belajar dan mengajar yang terjadi di kelas merupakan proses komunikasi antara guru dan anak didik. Dan, komunikasi yang lancar ditengarai mempunyai andil yang cukup besar dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.
Sebagai sebuah proses transfer pengetahuan (transfer of knowledge), proses pembelajaran pada kenyataannya tidak hanya tergantung pada penguasaan materi pembelajaran oleh sang guru. Guru yang menguasai materi pembelajaran secara tuntas tidak selalu menjadi tanggungan bahwa proses pembelajarannya akan berhasil.
Penguasaan materi pembelajaran hanyalah salah satu aspek yang harus dipenuyai oleh seorang guru agar dapat mengajar dengan lancar dan tidak menjadikan anak didik kebingungan saat menghadapi kesulitan. Tetapi hal sesungguhnya yang sangat berperan adalah bagaimana komunikasi pendidikan tersebut dijalankan, bagaimana proses transfer pengetahuan dan keterampilan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajarannya.
Oleh karena itulah, maka kita perlu menyadari bahwa komunikasi atau bagaimana seorang guru mengkomunikasikan materi pembelajaran kepada anak didik menjadi salah satu kondisi yang sangat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Semakin bagus proses komunikasi, maka semakin bagus anak didik menerima penyampaian materi tersebut dan selanjutnya pemahaman anak didik akan meningkat.
Agar proses pembelajaran dapat berhasil, maka seorang guru harus benar-benar memperhatikan bagaimana langkah-langkah konkrit, praktis dan kondisi yang seimbang antara guru dan anak didik. Bahwa pada saat kita mengajar dan anak didik belajar, maka pada saat tersebut kita berusaha untuk menyamakan persepsi terhadap sesuatu materi pembelajaran. Dan, upaya kesamaan persepsi tersebut hanya dapat dilaksanakan secara baik jika diantara kedua aspek pembelajaran terdapat satu kesatuan sikap dan apresiasi terhadap apa yang dipelajari.
1. Bahwa proses belajar itu proses komunikasi interpersonal
Ketika suatu proses pembelajaran dilaksanakan, maka pada saat tersebut dua aspek pembelajaran melakukan komunikasi aktif untuk dapat mewujudkan sebuah peristiwa transfer pengetahuan dan keterampilan yang berhasil. Sebagai sebuah proses komunikasi, maka dalam hal ini kita perlu membedakan dua aspek pelaku komunikasi sebagai komunikator dan komunikan. Ada pihak yang berperan sebagai komunikator, ada pihak yang berposisi sebagai komunikan. Guru sebagai komunikator dan anak didik sebagai komunikan.
Komunikator adalah pihak yang berkepentingan dalam upaya penyampaian materi pembelajaran. Pihak ini berusaha untuk memberikan materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dia bertanggungjawab penuh terhadap keberhasilan proses sehingga untuk hal tersebut, maka dia akan berusaha untuk dapat menciptakan berbagai konsep dasar yang menunjukkan bagaimana karater mudah agar proses transfer pengetahuan dapat dengan mudah diterima anak didik. Mereka mempunyai konsep bahwa sebenarnya kesulitan pemahaman yang dialami oleh anak didik adalah karena pola komunikasi yang salah. Pola komunikasi yang tidak sesuai dengan tingkat kemampuan anak didik untuk menerimanya.
Sementara  itu anak didik adalah pihak yang berperan sebagai komunikan, yaitu pihak yang menerima konsep-konsep yang disampaikan sebagai isi dari proses komunikasi. Anak didik harus dapat memposisikan diri sedemikian rupa sehingga mampu menerima apa yang disampaikan oleh guru (komunikator) agar proses pembelajaran mencapai keberhasilan sebagaimana yang diinginkannya. Mereka dapat memperoleh pelajaran.
Anak didik haruslah mampu memposisikan dirinya sehingga dapat mengikuti secara runtut apa yang disampaikan oleh guru sebagai informasi pembelajaran. Dengan demikian, maka proses pemelajaran, pemahaman materi serta transfer of knowledge dan skill benar-benar tercapai sebagai wujud proses.
Seringkali terjadi bahwa proses pembelajaran mengalami kegagalan implementasi adalah karena ketidakmampuan para pelaku pendidikan dalam menerapkan konsep-konsep komunikasi didalam proses pembelajarannya. Mereka hanya memegang konsep bahwa komunikasi yang terjadi ya seperti itulah, dimana guru menjelaskan materi pembelajaran dan anak didik mendengarkan dan mencatat materi tersebut di buku catatannya. Hanya itu, tidak lebih.
Padahal, jika kita telaah lebih lanjut sebenarnya pada saat kita melaksanakan proses pembelajaran tersebut, kita seharusnya memperhatikan banyak hal berkaitan dengan konsep-konsep komunikasi terbaik dalam proses pembelajaran. Seorang guru harus dapat memilih dan memilah konsep-konsep komunikasi sehingga interaksi di dalam proses pembelajaran dapat berlangsung lancar dan ketercapaian program maksimal.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah:
a. Aspek Sosial
Bahwa keterhalangan suatu proses komunikasi adalah disebabkan oleh aspek sosial, yaitu kondisi sosial komunikan, anak didik dan kondisi komunikator, guru.
Pada saat proses pembelajaran dilaksanakan di dalam kegiatan belajar dan mengajar, maka kita perlu memahami latar belakang kehidupan sosial anak didik. Hal ini agar proses pembelajaran yang diampu dapat mencapai target. Oleh karena itulah guru harus memahami aspek sosial yang melatar belakangi anak didik.
Di dalam proses komunikasi pembelajaran terjadi komunikasi yang bersifat interpersonal, artinya terjadi komunikasi antar pribadi, sehingga secara langsung akan bergesekan dengan latar belakang sosial anak didik/ komunikan dan guru/komunikator. Anak didik yang berlatar belakang sosial rendah akan merasakan tekanan spesifik dan signifikan terhadap pola pergaulannya. Walau seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi. Perbedaan latar belakang aspek sosial seringkali menjadi pemicu kegagalan dalam komunikasi pembelajaran yang dilakukan di dalam interaksi edukasi.
b. Aspek budaya
Proses pembelajaran merupakan proses interaksi antar personal sehingga seringkali terjadi friksi antara pribadi yang akan berakibat pada suasana yang tidak stabil, tergantung pada bagaimana masing-masing pribadi menanggapi kondisinya.
Proses pembelajaran sangat berkaitan dengan latar belakang budaya anak didik. Hal ini karena sebenarnya proses pembelajaran merupakan upaya untuk menanamkan konsep kebudayaan pada anak didik, sementara anak didik sendiri sudah mempunyai bekal kebudayaan masing-masing. Jika seorang guru tidak memahami konsep kedubayaan yang menjadi latar belakang hidup anak didik, maka sudah barang tentu akan terjadi benturan yang kuat antara budaya anak dan budaya sekolah. Dan, jika ternyata tidak ada yang berkenan untuk mengalah atau menyesuaikan diri, maka proses komunikasi pembelajaran akan terganggu karenanya.
Oleh karena itulah, maka seorang guru harus memahami kondisi latar belakang budaya hidup anak didik jika menginginkan proses komunikasi pembelajaran yang dilakukannya berhasil.setidaknya dengan mengetahui latar belakang budaya anak didik, maka guru dapat menyusun strategi yang tepat dalam pelaksanaan komunikasi antar personal di kelasnya.
c. Aspek kejiwaan
Kemampuan seseorang di dalam proses pemahaman konsep sebenarnya tergantung pada kondisi kejiwaan yang bersangkutan. Demikian juga di dalam proses pembelajaran, kondisi kejiwaan anak didik sangat berperan dalam kemampuannya menyerap konsep-konsep dan materi pembel-ajaran yang diberikan oleh guru.
Proses pembelajaran akan efektif, berhasil guna jika siswa dapat menerima segala penjelasan konsep atau materi pembelajaran secara baik dan menjadikannya sebagai pengalaman hidup serta bekal hidup di masa depannya. kondisi seperti ini hanya dapat dicapai jika sisi kejiwaan anak mampu menerima setiap upaya perubahan terhadap dirinya.
Anak yang kondisi jiwanya tidak stabil, akan mengalami kesulitan dalam proses transfer pengetahuan dan sebagainya. Tetapi, anak didik yang stabil dengan sedemikian mudah menerima setiap konsep informasi yang dberikan oleh guru.
Oleh karena itulah, maka guru haruslah memahami kondisi kejiwaan anak didik, artinya sudah siapkah anak didik menerima atau menjalani proses pembelajaran. Guru harus dapat melihat secara jelas dan teliti hal-hal yang terjadi dalam jiwa anak didik pada saat-saat tertentu, khususnya saat proses interaksi edukasi dilakukan dalam proses pembelajaran.
2. Bahwa komunikasi pembelajaran adalah interaksi edukatif
Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru di dalam ruang kelasnya adalah upaya untuk menciptakan hubungan timbak balik (two ways system) sehingga proses akan berlangsung secara dinamis.
Kedinamisan sebuah proses pembelajaran sangat diharapkan tercipta agar hasil proses didapatkan secara maksimal. Hubungan antar personal yang terjadi di dalam proses pembelajaran adalah mengarah pada terciptanya hasil yang memberikan kemudahan bagi pelaku proses pembelajaran menyampaikan dan menerima segala informasi pembel-ajaran.
Bahwa komunikasi yang dibangun di antara personal pembel-ajaran merupakan sebuah interaksi yang bersifat edukatif, artinya apa yang dilaksanakan di dalam interaksi tersebut adalah semata-mata untuk proses pendidikan dan pembelajaran anak didik. Tidak ada kegiatan yang lainnya di dalam proses interaksi pembelajaran. Apapun yang dilakukan oleh personal terkait adalah upaya untuk memperbnaiki kondisi, kualitas pendidikan yang selama ini selalu menjadi kambing hitam kemerosotan  nilai diri manusia Indonesia atau SDM.
Interaksi edukatif yang dimaksudkan merupakan kondisi terbaik agar proses pembelajaran dapat mencapai tujuan dan membuktikan kepada masyarakat luas bahwa proses yang terjadi di dalam sekolah merupakan implementasi dari tugas dan fungsi yang dibebankan masyarakat kepada sekolah.
Oleh karena itulah, maka diharapkan setiap elemen yang bertanggungjawab dalam proses pembelajaran dan pendidikan anak bangsa secara aktif ikut berperan mengambil posisinya. Dalam hal ini, yang termasuk elemen pendidikan adalah keluarga, sekolah (pemerintah), dan masyarakat.
Demikianlah betapa sebenarnya keberhasilan dari proses pembelajaran dan pendidikan anak bangsa ini ternyata tidak hanya tergantung pada kemampuan guru dalam menguasai materi pelajaran, melainkan juga tergantung pada kemampuan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran tersebut. Kemampuan menyampaikan materi inilah yang selanjutnya disebut sebagai kemampuan berkomunikasi.
Kemampuan guru di dalam menyampaikan materi pembelajaran sebenar-nya merupakan sdalah satu aspek dari kemampuan guru menyusun startegi pembelajaran dan pengelolaan kelas pembelajarannya. Jika seorang guru mampu menyusun strategi pembelajaran, maka setidaknya dia mampu menyampaikan materi sebagaimana strategi yang diterapkannya. Demikian juga dengan kemampuan pengelolaan kelas seorang guru mencerminkan bagaimana guru tersebut menggiring anak didik sehingga merasa tertarik untuk ikut secara aktif dalam proses pembelajarannya. Dan, hal ini tidak terlepas dari kemampuan guru berkomunikasi dengan anak didik.
Oleh karena itulah, maka sebenarnya, seorang guru haruslah dapat mengelola strategi-strategi yang memungkinkan untuk mengkondisikan interaksi antara guru dan anak didik secara dinamis. Guru haruslah mampu memilih dan memilah teknik-teknik penyampaian informasi efektif sehingga anak didik tidak mengalami kesulitan pada saat mengikuti proses pembelajaran yang diampunya.